05 Januari 2010

SUNNAH

As-Sunnah merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. As-Sunnah dengan demikian memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita senantiasa mempelajari As-Sunnah, sehingga bisa memahaminya dengan baik. Diantara perkara mendasar yang bisa kita lakukan dalam usaha memahami As-Sunnah adalah memahami berbagai peristilahannya yang penting, yang terangkum dalam disiplin ilmu Mushthalah Hadits. Berikut ini beberapa istilah yang penting.
Pertama : As-Sunnah
Definisi : As-Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal / bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), persetujuan (taqrir), maupun sifat akhlaq (washf), sejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diangkat sebagai nabi dan rasul sampai beliau wafat.
Dengan demikian, maka As-Sunnah terbagi menjadi 4 macam yaitu :
  1. As-Sunnah al-Qauliyah (perkataan / sabda)
  2. As-Sunnah al-Fi’liyah (perbuatan / tindakan)
  3. As-Sunnah at-Taqririyah (persetujuan / pembenaran)
  4. As-Sunnah al-Washfiyah (sifat akhlaq)
As-Sunnah juga dikenal dan dimaknai sebagai lawan atau kebalikan dari Al-Bid’ah.
As-Sunnah juga diartikan sama dengan istilah Al-Mustahab atau Al-Mandub, yaitu suatu hukum syar’i (fiqih) yang berada antara hukum wajib dan mubah.

Kedua : Al-Hadits
Al-Hadits sama dan semakna dengan istilah As-Sunnah.
Al-Hadits juga didefinisikan sebagai berikut : segala sesuatu yang berasal atau bersumber atau dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, berupa perkataan atau sabda, perbuatan atau tindakan, persetujuan atau pembenaran, dan sifat baik akhlaq maupun fitrah, dan baik setelah beliau menjadi nabi dan rasul atau sebelumnya.
Dengan definisi khusus tersebut berarti makna hadits lebih luas daripada makna dan cakupan As-Sunnah, karena termasuk meliputi periode sebelum Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjadi nabi dan rasul dan segala sesuatu yang terkait dengan diri beliau, meskipun tidak terkait dengan masalah tasyri’ (hukum syar’i) sekalipun.

Ketiga : Al-Hadits Al-Qudsi
Definisi : Al-Hadits Al-Qudsi ialah salah satu jenis hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam yang dalam periwayatannya tidak hanya berhenti pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, tapi dinisbatkan sampai kepada Allah, dengan secara eksplisit disertai ungkapan : ’Allah Ta’ala berfirman’ atau ’Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam meriwayatkan dari Allah Ta’ala atau dari Rabb-nya’ ...
Bedanya dengan hadits lain non qudsi : sama-sama hadits tapi dalam hadits-hadits lain periwayatan dan penisbatannya berhenti hanya sampai kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, sedangkan dalam hadits qudsi sampai kepada Allah Ta’ala.
Bedanya dengan Al-Qur’an :
  1. Keduanya sama-sama berasal dan bersumber dari Allah Ta’ala, tapi hadits qudsi tetap merupakan salah satu jenis hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, dan bukan termasuk Al-Qur’an.
  2. Al-Qur’an, baik isi atau makna maupun lafazh, teks atau redaksinya murni dari firman (kalam) Allah Ta’ala, yang disampaikan melalui Jibril ’alaihis salam. Dan tugas serta peran Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam hanyalah menerima dan menyampaikannya apa adanya tanpa pengurangan maupun penambahan sehuruf pun! Tentu saja disamping tugas menjelaskan dan menafsirkan. Sedangkan Hadits Qudsi , isi atau maknanya dari Allah tetapi lafazh, teks atau redaksinya dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Atau makna dan redaksinya berasal dari Allah namun Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam diperbolehkan untuk menyampaikan dan meriwayatkan ’bil-ma’na’ (dengan gubahan tanpa mengubah isi dan makna). Atau sejak awal telah disampaikan kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam atau telah diketahui oleh beliau - dengan cara tertentu - bahwa yang beliau terima (Hadits Qudsi) itu bukan termasuk Al-Qur’an.
  3. Hadits Qudsi ada yang shahih, hasan, dha’if dan bahkan maudhu’, dan tingkat validitas dan kehujjahannya seperti hadits-hadits lain pada umumnya. Sedangkan Al-Qur’an seluruhnya mutawatir dan pasti shahih secara mutlak, tanpa ada sedikitpun keraguan didalamnya.
  4. Hadits Qudsi tidak mengandung muatan kemukjizatan seperti Al-Qur’an.
  5. Secara umum, Hadits Qudsi disikapi dan diperlakukan sebagaimana hadits-hadits lain pada umumnya dan tidak berlaku padanya hukum-hukum khusus yang berlaku pada Al-Qur’an, seperti hukum membacanya, menyentuhnya dan lain-lain.

Keempat : As-Sanad (Sanad Hadits) atau Al-Isnad
As-Sanad atau Al-Isnad ialah silsilah atau rangkaian perawi yang meriwayatkan teks hadits secara sambung menyambung mulai dari perawi terendah / perawi pertama (penghimpun kitab-kitab induk hadits seperti Al-Bukhari, Muslim, Al-Baihaqi dan lain-lain) sampai pada sumber terakhir asal teks hadits tersebut (Allah Ta’ala untuk Hadits Qudsi, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam untuk hadits marfu’, sahabat untuk hadits mauquf, dan seterusnya).
Sanad merupakan salah satu keistimewaan yang hanya dimiliki oleh umat Islam.

Kelima : Al-Matn (Matan Hadits)
Al-Matn ialah lafazh atau nash atau teks atau redaksi hadits itu sendiri, misalnya teks hadits : ”Innamal a’maalu bin niyyat” (HR Muttafaq ’Alaih).
Sanad dan matan biasanya disebut secara bergandengan karena keduanya saling melengkapi dalam hal penyampaian / periwayatan hadits.

Keenam : Ash-Shahabi (Sahabat Nabi shallallahu ’alaihi wasallam)
Definisi : Ash-shahabi ialah seorang muslim yang sempat berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam sesudah beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, semasa hidup beliau, dan wafat dalam keadaan Islam pula.
Dengan demikian, syarat-syarat sahabat adalah :
  1. Ia seorang muslim saat berjumpa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam.
  2. Harus terjadi perjumpaan.
  3. Perjumpaan terjadi setelah kenabian dan bukan sebelumnya.
  4. Perjumpaan terjadi semasa hidup Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bukan sesudah beliau wafat, seperti dalam mimpi misalnya.
  5. Yang bersangkutan wafat sebagai muslim.
Seluruh sahabat adalah terpercaya dan diterima riwayatnya (Ash-shahabatu kulluhum ’uduul) berdasarkan :
  1. Rekomendasi Al-Qur’an, misalnya dalam QS Al-Baqarah : 143, Ali ’Imran : 110, Al-Anfal : 64, At-Taubah : 100, Al-Fath : 18, dan lain-lain.
  2. Rekomendasi Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dalam berbagai hadits yang sangat banyak, baik yang secara umum dan global maupun yang secara khusus untuk orang per orang diantara para sahabat yang mulia.
  3. Ijma’, kesepakatan dan konsensus seluruh ulama’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepanjang sejarah Islam sampai sekarang dan sampai Hari Kiamat.
Kitab-kitab tentang sahabat :
  1. Al-Isti’ab fi Ma’rifatil Ash-haab oleh Imam Ibnu ’Abdil Barr (wafat tahun 463 H)
  2. Usdul Ghaabah fi Ma’rifatish Shahaabah oleh Imam Ibnul Atsir (wafat tahun 630 H)
  3. Al-Ishabah fi Tamyiizish Shahaabah oleh Imam Ibnu Hajar (wafat tahun 852 H)

Ketujuh : At-Tabi’i (Tabi’in)
Definisi : At-Tabi’i ialah seorang muslim yang sempat berjumpa dengan sahabat Nabi shallallahu ’alaihi wasallam. Ada pendapat kedua yang mendefinisikan At-Tabi’i sebagai : seorang muslim yang menyertai atau berjumpa dengan sahabat dan meriwayatkan darinya. Tapi definisi pertama lebih rajih dan kuat.
Generasi tabi’in adalah generasi terbaik kedua setelah generasi sahabat, dan diatas generasi ketiga yakni generasi Atbaa’ut Taabi’in, berdasarkan :
  1. Rekomendasi Allah Ta’ala dalam QS At-taubah : 100.
  2. Rekomendasi Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam seperti dalam hadits: ”Sebaik-baik generasi adalah generasiku (sahabat), lalu generasi berikutnya (tabi’in), lalu generasi sesudahnya lagi (atbaa’ut taabi’in)” (HR Muttafaq ’Alaih).
  3. Ijma’ ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar