20 November 2009

MENEPIS SALAH FAHAM CADAR / KAJIAN KITAB DI PESANTREN

                                               Model  : Syarifah Jameela




Masih banyak orang Islam di Indonesia yang memandang cadar sebagai barang aneh dan cenderung menilainya secara negatif. Wanita muslimah yang mengenakannya sering dituduh secara ekstrim sebagai pengikut aliran sesat atau aliran sempalan yang eksklusif. Padahal terminologi cadar sudah dikenal oleh kalangan santri di pondok-pondok pesantren kita yang menunjukkan bahwa cadar bukanlah barang baru, asing, apalagi dikatakan sebagai bukan ajaran Islam.
Hanya saja banyak dari mereka yang membaca, namun tidak mau menyampaikan (menjelaskan) hal ini kepada umat. Atau juga banyak dari mereka yang membaca namun tidak mau mengamalkannya.
Memang ulama berbeda pendapat tentang hukum cadar ini, dari yang mewajibkan hingga yang mengatakan mandub (dianjurkan) bila wajah perempuan itu dapat menimbulkan fitnah syahwat. Namun tidak ada satupun yang mengatakan bahwa pemakai cadar adalah aliran sesat atau sempalan. Berikut ini adalah terminologi cadar di dalam sebagian kitab-kitab yang dikenal dan digunakan oleh kalangan muslimin Indonesia, yaitu:

1. KITAB TAFSIR AL-QUR'AN DAN TERJEMAHNYA (hal. 678) dikeluarkan oleh Tim Tashhih Departemen Agama RI.
Tafsir surat Al-Ahzaab : 59 tentang makna jilbab , (...Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka . ..), yaitu: Jilbab adalah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

2. KITAB TAFSIR ATH-THOBARI ditulis oleh Al-Imam Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib ath-Thabari رحمه الله . Kitab tafsir ini adalah kitab referensi yang sangat dikenal di dunia Islam. Pembahasan cadar di dalam kitab ini di antaranya dalam:
a. Tafsir surat An-Nuur ayat 31 tentang إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنـْهَا(... kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.), yaitu

:

Allah berfirman: Janganlah menampakkan perhiasan mereka kepada manusia selain mahramnya. Perhiasan itu ada dua: yang disembunyikan, yaitu seperti: gelang kaki, dua gelang tangan, dua anting-anting dan kalung. Dan yang kedua adalah yang biasa tampak –ada perbedaan pendapat tentang makna ayat dalam hal ini, dan sebagiannya mengatakan yaitu : PAKAIAN LUAR.
Dari Ibnu Ibnu Mas’ud berkata:”Perhiasan ada dua macam: yang biasa tampak yaitu pakaian luar. Dan perhiasan yang disembunyikan yaitu: gelang kaki, dua anting-anting dan dua gelang tangan.             
Dari Abu Ishaq dari Abu al-Ahwash dari Abdullah berkata,” { إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنـْهَا } yaitu : pakaian.”
Berkata Abu Ishaq,”Apakah engkau tidak melihat firman Allah : “Pakailah perhiasanmu (pakaianmu) yang indah setiap memasuki masjid.” ?” (QS. Al-A’raf : 31)


b. Tafsir surat Al-Ahzaab : 59 tentang makna jilbab, يُدْنِــينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِـيــبِهِنَّ (...Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka . . .) , yaitu :
Allah berfirman kepada Nabinya Muhammad : “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu dan wanita mukminah, janganlah menyerupai budak-budak di dalam berpakaian yang jika keluar rumah untuk suatu keperluan, mereka menampakkan rambut dan wajah-wajah mereka. Akan tetapi hendaklah mengulurkan jilbab-jilbab mereka, sehingga orang-orang fasiq dapat mengenali mereka sebagai wanita merdeka dan terhindar dari gangguan dalam satu pendapat. Ahli ta’wil berbeda pendapat di dalam cara mengulurkan jilbab yang diperintahkan Allah. Maka sebagiannya mengatakan : yaitu MENUTUPI WAJAH-WAJAH dan kepala-kepala mereka dan tidaklah menampakkannya KECUALI HANYA SATU MATA SAJA.”
Dari Ali dari Ibnu ‘Abbas berkata, “Allah telah memerintahkan wanita-wanita muslimah jika keluar dari rumah mereka dalam suatu keperluan untuk MENUTUP WAJAH-WAJAH MEREKA (mulai) dari atas kepalanya dengan jilbabnya dan menampakkan HANYA SATU MATA SAJA.”
Dari Ibnu Ibnu Sirrin berkata,“Aku bertanya kepada Ubaidah tentang firman Allah tentang ayat { قُلْ ِلأَزْوَاجِك وَبَنَاتك وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبهنَّ}, maka iapun (mencontohkan) dengan pakaiannya, kemudian MENUTUP KEPALA DAN WAJAHNYA serta HANYA MENAMPAKKAN SALAH SATU MATANYA.”
Dan berkata yang selainnya,”Bahkan diperintahkan kepada mereka agar mengikatkan (mengencangkan) jilbab- jilbabnya itu di dahi-dahi mereka.”

3. KITAB TAFSIR IBNU KATSIR ditulis oleh Al-Imam Imaduddin Abu al-Fida bin Umar bin Katsir ad-Dimasyiqi al-Qurasyi as-Syafi’i رحمه الله . Kitab tafsir ini adalah referensi yang sangat terkenal di seluruh dunia dan di pondok-pondok pesantren Indonesia sejak masa dahulu. Pembahasan cadar di dalam kitab ini di antaranya dalam:
a. Tafsir surat An-Nuur ayat 31 tentang إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنـْهَا(... kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.) :
Yaitu, tidak menampakkan sesuatu apapun dari perhiasannya kepada laki-laki asing (bukan mahram) kecuali apa-apa yang tidak mungkin lagi disembunyikan. Berkata Ibnu Mas’ud , ”yaitu seperti RIDA’ dan PAKAIAN , yakni seperti yang dipakai di kalangan wanita Arab berupa mukena’ - yang menyelubungi pakaiannya dan menutupi apa yang terlihat di bagian bawahnya - , maka tidak mengapa hal tersebut (mukena’) terlihat karena memang tidaklah mungkin disembunyikan lagi sebagaimana kain sarung . . .”
…Dari Ibnu Abbas berkata,”kecuali wajah, kedua telapak tangan dan cincin.” …Dan kemungkinan bahwa Ibnu Abbas dan mereka yang mengikutinya memang menghendaki penafsiran “apa yang biasa tampak” sebagai wajah dan kedua telapak tangan – pendapat ini masyhur di kalangan jumhur - dan didengar pula dari hadits yang diriwayatkan Abu Dawud di dalam Sunan-nya…dari Aisyah رَضِيَ اللَّه عَنْهَا bahwa Asma’ binti Abu Bakar masuk menemui Nabi dengan pakaian yang tipis. Maka Nabi berpaling darinya dan bersabda,” Wahai Asma’ , sesungguhnya seorang wanita bila telah haidh maka tidak boleh terlihat darinya kecuali ini.” Dan beliau mengisyaratkan wajah dan telapak tangannya.”
Akan tetapi justru Abu Dawud - periwayat hadits ini - dan Abu Hatim ar-Razi berkata bahwa hadits ini MURSAL. Hal ini karena Kholid bin Duraik tidak pernah mendengar dari Aisyah رَضِيَ اللَّه عَنْهَا . Wallahu ‘alam.


b. Tafsir surat Al-Ahzaab : 59 tentang makna jilbab , يُدْنِــينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِـيــبِهِنَّ (…Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…) , yaitu :
Jilbab ialah rida’ yang dikenakan di atas khimar (kerudung), demikian perkataan Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Hasan al-Bashri, Sai’d ibn Jubair, Ibrahim an-Nakha’i dan Atha’ al-Khurasani. Dan ada selainnya mengatakan jilbab itu kedudukannya sama seperti kain sarung di masa kini.
Berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas : “Allah telah memerintahkan wanita-wanita muslimah jika keluar dari rumah mereka dalam suatu keperluan untuk MENUTUP WAJAH-WAJAH MEREKA (mulai) dari atas kepalanya dengan jilbabnya dan menampakkan HANYA SATU MATA SAJA”.
Berkata Muhammad Ibnu Sirrin: “Aku bertanya kepada Ubaidah as-Salmani tentang firman Allah : يُدْنِيــنَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنّ , maka iapun (mencontohkan dengan ) MENUTUP WAJAH dan kepalanya serta MENAMPAKKAN MATA KIRINYA.”.
Dan berkata Ikrimah,” menutupkan celah lehernya dengan jilbabnya yang terulur di atasnya.”
…Dari Ummu Salamah berkata,”Ketika turun ayat ini يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبهنَّ , keluarlah wanita-wanita Anshar seolah-olah kepala mereka ada burung gagak karena HITAMNYA PAKAIAN yang mereka kenakan.”
Di dalam Tafsir at-Thobari dan Tafsir Ibnu Katsir terlihat ADA PERBEDAAN antara Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas ketika menafsirkan An-Nuur ayat 31 tentang إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنـْهَا (... kecuali yang (biasa) nampak dari padanya...). Ibnu Mas’ud menyatakan bahwa yang ditampakkan HANYALAH PAKAIANNYA saja sedangkan Ibnu Abbas MENGECUALIKAN WAJAH DAN TELAPAK TANGAN sebagai bagian yang tidak ditutup.

Namun ketika menafsirkan Al-Ahzaab ayat 59 tentang makna jilbab, Ibnu Abbas TIDAK mengecualikan wajah dan telapak tangan! Beliau bahkan hanya mengecualikan SATU MATA SAJA yang boleh ditampakkan!

Maka dengan demikian kedua sahabat Nabi -yang keduanya didoakan Nabi sebagai ahli tafsir al-Qur’an [ 1 ] - sama-sama SEPENDAPAT bahwa wajah perempuan itu termasuk yang ditutup kecuali mata saja!

4. KITAB TAFSIR JALALAIN ditulis oleh Syaikh Jalaluddin ibn Muhammad Al-Mahalli رحمه الله dan Syaikh Jalaluddin ibn Abi Bakrin as-Suyuthi رحمه الله. Kitab tafsir ini digunakan di hampir seluruh dunia dan pondok-pondok pesantren di Indonesia sejak masa dahulu. Pembahasan cadar di dalam kitab ini di antaranya dalam:
a. Tafsir surat An-Nuur ayat 31 tentang زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْـهَا (... perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.) , yaitu: "
“ wajah dan kedua telapak tangan, maka DIBOLEHKAN terlihat lelaki asing jika tidak takut terjadi fitnah; pada satu pendapat. Pada pendapat kedua DIHARAMKAN terlihat (wajah dan kedua telapak tangan) karena dapat mengundang fitnah dan (pendapat ini) kuat untuk memutus pintu fitnah tersebut.” [ 2 ]

b. Tafsir surat Al-Ahzaab : 59 tentang makna jilbab, يُدْنـِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبـهِنَّ (...Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…):
“Bentuk jamak dari jilbab, yaitu pakaian besar yang menyelubungi perempuan, yaitu MENURUNKAN SEBAGAIANNYA KE ATAS WAJAH-WAJAH MEREKA ketika keluar untuk suatu keperluan hingga TIDAK MENAMPAKKANYA KECUALI HANYA SATU MATA SAJA.” [ 3 ]

5. KITAB TAFSIR AISAR AT-TAFASIR ditulis oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi رحمه الله, semasa hidup adalah Imam Besar Masjid Nabawi Madinah, seorang ulama yang dikenal oleh kaum muslimin Indonesia khususnya bagi jamaah haji yang berkunjung ke Madinah dan penulis kitab Minhajul Muslim (Pedoman Hidup Seorang Muslim) yang banyak dibaca kaum muslimin di Indonesia. Pembahasan cadar di antaranya dalam:
a. Tafsir surat An-Nuur ayat 31 tentang إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْـهَا (... kecuali yang (biasa) nampak dari padanya...), yaitu :
“Apa saja yang tidak mungkin ditutup lagi atau disembunyikan lagi seperti KEDUA TELAPAK TANGAN ketika menerima atau memberi sesuatu atau kedua MATA untuk melihat. Dan apabila di tangannya terdapat cincin dan pacar (pemerah kuku) dan pada kedua matanya terdapat celak dan pakaian yang memang sudah tampak dari kerudung-kerudung di atas kepala dan pakaian ‘abaya yang menutupi seluruh tubuh, maka hal demikian adalah dimaafkan karena memang tidak bisa ditutup lagi”. [ 4 ]

Tafsir surat Al-Ahzaab : 59 tentang makna jilbab , يُدْنِيـنَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ (…Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…) , yaitu : “menurunkan jilbab-jilbab mereka ke atas WAJAH-WAJAH MEREKA sehingga tidak terlihat lagi dari seorang perempuan KECUALI SATU MATA untuk melihat jalan jika ia keluar untuk suatu keperluan.” [ 5 ]

1. Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda untuk Ibnu Mas’ud t , “Sesungguhnya ia (Ibnu Mas’ud) pentalkin (pengajar, pembimbing) yang mudah dipahami.” Dan untuk Ibnu Abbas t, Beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,” Ya Allah, jadikanlah dia (Ibnu Abbas) faham terhadap agama ini dan ajarkanlah dia ta’wil (penafsiran Al Qur’an)”. Lihat Kasyfu Qina’ : 62, Shahih Bukhari 4:10, Muslim 2477 dan Ahmad 1:266, 314, 328, 335.
2. Tafsir Jalalain : 257.
3. Tafsir Jalalain : 307.
4. Tafsir Aisar at- Tafasir 3 : 566.
5. Tafsir Aisar at- Tafasir 4 : 290.

6. KITAB FIQH AL-UMM ditulis oleh al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i رحمه الله , ulama besar di dalam fiqh yang menjadi panutan para ulama lainnya. Cadar di antaranya disinggung di dalam:
a. Al-Umm Kitab Thoharoh Bab Mengusap Kepala :
“(Berkata asy-Syafi’i :) ”Dan ketika Allah membolehkan mengusap kepala saja (adalah Rasulullah benar-benar melepas sorbannya) maka hal ini sudah cukup tegas menunjukkan bahwa mengusap kepala itu dilakukan tanpa mengusap sorban. Dan aku menyukai bila seseorang itu mengusap sorbannya beserta kepalanya. Dan jika meninggalkan hal itu maka tidak mengapa. Namun jika ia mengusap sorbannya saja tanpa kepalanya maka tidaklah sah wudhu’nya. Hal ini seperti hanya mengusap BURQA (cadar) saja, atau kedua sarung tangan saja tanpa mengenai wajahnya dan kedua hastanya maka tidak sah wudhu’nya.” [ 6 ]

Adanya perkataan al-Imam asy-Syafi’i رحمه اللهtentang burqa (cadar) dan sarung tangan sudah cukup untuk menunjukkan bahwa menutup muka dan sarung tangan telah menjadi kebiasaan wanita muslimah pada masa itu.

b. Al-Umm Kitab Haji Bab Pakaian Apa yang Dipakai Seorang Perempuan :
“Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki di dalam ihram adalah perempuan pada wajahnya dan laki-laki pada kepalanya. Laki-laki-laki boleh menutup wajahnya setiap saat tanpa ada hal darurat, akan tetapi hal ini terlarang bagi perempuan”.
“Adapun seorang perempuan (dalam ihram) bila wajahnya dalam keadaan terbuka dan ia ingin menutupinya dari manusia; maka hendaknya ia menurunkan jilbabnya atau sebagian kerudungnya atau kain lainnya dari pakaiannya dari atas kepalanya ke depan wajahnya (tidak menempel) sehingga MENUTUPI WAJAHNYA seperti penutup pada wajah namun tidak seperti niqob (yang menempel pada wajah). ” [ 7 ]

Kita tahu bahwa di dalam ihram wanita tidak boleh menutup mukanya sehingga kebanyakan ulama berpendapat, wanita yang ihram wajib membuka wajah dan tangannya. Larangan ini juga mengindikasikan bahwa menutup wajah telah menjadi kebiasaan dan kewajaran bagi wanita muslimah pada masa Nabi .
Namun demikian, anehnya Imam asy-Syafi’i رحمه الله tetap membolehkan wanita menutupi wajahnya dari pandangan laki-laki bila dikhawatirkan terfitnah syahwat dengan cara wanita itu menutupi wajahnya dengan jilbabnya, kerudungnya atau kain dari pakaiannya di depan mukanya (tidak ditempelkan ke wajahnya).
Larangan yang keras tidak dapat digugurkan dan dilanggar kecuali dengan perbuatan penentang yang kekuatan hukumnya sepadan dengan larangan itu. Sedangkan perkara yang wajib tidaklah dapat dilawan kecuali dengan perkara yang wajib pula. Maka kalau bukan karena kewajiban menutup wajah bagi wanita, niscaya tidak boleh meninggalkan kewajiban ini (yakni membuka wajah bagi wanita yang ihram). [ 8 ]

7. KITAB FIQH KIFAYATUL AKHYAR ditulis oleh al-Imam Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hisni ad-Dimsyaqi asy-Syafi’i رحمه الله , seorang ulama’ masyhur mazhab Syafi’i . Kitab fiqh Kifayatul Akhyar ini digunakan di hampir seluruh dunia, di pelosok daerah dan pondok-pondok pesantren di Indonesia sejak masa dahulu. Pembahasan cadar senantiasa menghiasi kitab ini ketika membahas tentang aurat wanita; di antaranya :

a. Pada Kitab Shalat Bab Syarat-Syarat Shalat Sebelum Mengerjakannya , yaitu :
“{Dan menutup aurat dengan pakaian yang suci, dan berdiri di tempat yang suci}. – Adapun perkara pakaian dan tempat harus suci dari najis, telah diterangkan sebelumnya. Adapun menutup aurat hukumnya wajib secara mutlak bahkan di tempat sepi sekalipun, menurut pendapat yang kuat. . . .
Bagi wanita hukumnya WAJIB dia mengenakan PENUTUP MUKA (cadar), kecuali jika berada di dalam masjid. Jika di masjid itu banyak laki-laki yang tidak mau menjaga matanya dari melihat wanita dan dikhawatirkan dapat menarik kepada kerusakan maka wanita itu HARAM MEMBUKA WAJAHNYA .
Dalam hal ini banyak sekali wanita yang membuka penutup wajahnya terutama di tempat-tempat ziarah seperti di Baitul Maqdis,-semoga Allah menambah kemuliaannya-, maka perbuatan semacam itu (membuka wajah) harus dijauhi.” [ 9 ]

b. Pada Kitab Haji Bab Hal yang Haram di Dalam Berihram, yaitu :
“Dan diharamkan atas orang yang berihram melakukan 10 perkara, yaitu (1) memakai pakaian yang berjahit, (2) menutup kepala bagi laki-laki dan (3) menutup muka bagi wanita.”
“… dan itu semua bagi laki-laki, adapun wanita, maka hukum wajahnya sama dengan hukum kepala bagi laki-laki. Wanita boleh menutupi seluruh badannya dan kepalanya dengan pakaian yang berjahit.
Dan juga bagi wanita agar MENUTUPI WAJAHNYA dengan kain atau sobekan kain, dengan syarat kain tersebut tidak menyentuh mukanya. Baik menutupi wajahnya itu karena suatu hajat, seperti kepanasan, kedinginan, atau karena takut terjadi fitnah (syahwat) dan lain-lain ataupun juga tanpa sebab hajat apapun.” [ 10 ]

Kita tahu bahwa di dalam ihram wanita tidak boleh menutup mukanya. Larangan ini mengindikasikan bahwa menutup wajah telah menjadi kebiasaan dan kewajaran bagi wanita muslimah pada masa Nabi . Namun demikian para ulama tetap membolehkan wanita menutup wajahnya sebagaimana tertulis di dalam kitab Kifayatul Akhyar ini. Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah رضي الله عنهاyang tertulis di dalam Musnad Ahmad 6/22894 dan Sunan Abu Dawud Kitab Manasik Bab Wanita Ihram Menutup Wajahnya , berikut ini :
Para pengendara kendaraan biasa melewati kami, di saat kami (para wanita) berihram bersama-sama Rasulullah . Maka jika mereka mendekati kami, salah seorang di antara kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya kepada wajahnya. Jika mereka telah melewati kami, kami membuka wajah.” [ 11 ]

8. KITAB FIQH FATHUL QARIB ditulis oleh al-Imam al-Alaamah as-Syaikh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim asy-Syafi’i رحمه الله, seorang ulama’ masyhur mazhab Syafi’i . Kitab fiqh Fathul Qarib ini adalah kitab fiqh kecil yang digunakan di hampir seluruh dunia, di pelosok daerah dan pondok-pondok pesantren di Indonesia sejak masa dahulu. Cadar menghiasi kitab ini ketika membahas tentang aurat wanita; di antaranya :

a. Pada Kitab Shalat Pasal Syarat-Syarat Shalat Sebelum Mengerjakannya , yaitu  “Aurat perempuan merdeka DI DALAM SHALAT, yaitu sesuatu yang ada selain dari WAJAHNYA dan KEDUA TELAPAK TANGANNYA, baik bagian atas ataupun dalamnya sampai kedua pergelangannya. Adapun auratnya perempuan yang merdeka DI LUAR SHALAT ialah SELURUH BADANNYA dan di tempat sunyi auratnya sama dengan laki-laki.” [ 12 ]

b. Pada Kitab Shalat Pasal Perkara-Perkara yang Berbeda di Dalam Shalat antara Laki-Laki dan Perempuan
( “(Seluruh badan perempuan merdeka adalah aurat KECUALI WAJAH dan TELAPAK TANGAN). Ini adalah aurat perempuan DI DALAM SHALAT. Sedangkan aurat perempuan merdeka DI LUAR SHALAT ialah SELURUH BADANNYA.” [ 13 ]

Sebenarnya di dalam kitab-kitab yang telah tersebut di atas pun bila kita telisik satu persatu akan kita dapati lagi terminologi cadar di dalam bab-babnya dan pasal-pasalnya. Selain itu masih banyak lagi ribuan kitab-kitab para ulama yang membahas masalah cadar, seperti di dalam kitab Raudhah ath-Thalibin oleh Imam an-Nawawi, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Fathul Bari oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Nailul Authar, Jami’ Ulum wal Hikam, Tafsir al-Qurthubi dan sebagainya. Namun pastilah akan berlembar-lembar bahkan ribuan lembar bila seluruhnya harus ditulis di sini.
Dari penjelasan kitab-kitab di atas kita tahu bahwa tidak ada satupun dari para ulama yang mencela, menuduh ataupun menganggap bahwa cadar adalah barang baru (bid’ah), aliran sempalan atau sesat bahkan justru yang ada adalah sebaliknya: cadar telah dicontohkan para istri Nabi dan perempuan muslimah di zaman Nabi .
Bila kita perhatikan tampaklah bahwa para ulama kita khususnya madzhab Syafi’i telah memberikan status hukum cadar dari sesuatu yang wajib hingga mandub (dianjurkan). Bahkan bila dikhawatirkan terjadi fitnah syahwat maka cenderung mewajibkannya walaupun dalam keadaan wanita itu sedang berihram.
Oleh karena itu jika telah diketahui kedudukan cadar di dalam Islam ini namun ternyata masih ada orang yang bersikap sinis, mencela, mengolok-olok, melarang atau menuduh aliran sesat maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah orang yang hatinya kotor, picik, sempit dan dengki terhadap Islam. Allah berfirman artinya:
“di hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (QS. Al-Baqarah : 10)
13. yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu"
14. sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. (QS. Al-Muthaffifiin : 13-14)

Bahkan mereka selalu mengolok-olok orang beriman yang mengamalkan syariat Islam. Allah berfirman, artinya:

29. Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman.
30. dan apabila orang-orang yang beriman berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.
31. dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira.
32. dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang
orang yang sesat",
33. Padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin.
34. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir,
35. mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.
36. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. Al-Muthaffifiin : 29-36)

Maka dari itu hendaklah masing-masing dari kita berhati-hati di dalam bertindak dan bersikap sehingga tidak melakukan pelarangan, tuduhan atau celaan dengan tanpa ilmu. Karena bisa jadi yang dilarang, dituduh dan dicela itu adalah ajaran agama kita sendiri yang telah disyari’atkan oleh Allah dan RasulNya .
63. Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nuur : 63)

Ingatlah, Allah senantiasa akan meminta pertanggungjawaban atas pendengaran, penglihatan dan hati kita :
36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra” : 36)

Semoga kita senantiasa diberi petunjuk dan tambahan ilmu oleh Allah .Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah di dalam mengamalkan agama yang mulia ini sehingga senantiasa tegar di atas jalanNya dan tidak takut atau gentar terhadap celaan orang yang suka mencela. Semoga Allah mengokohkan persatuan kaum muslimin sehingga tidak tercerai berai. Amin. Selesai ditulis di Jakarta, pada Jum’at, 7 Dzulhijjah 1429 H / 5 Desember 2008.

Ummu Ashhama Zeedan (Mrs. Novita Kartikasari) [ 14 ]
NOTE :
6. Al-Umm,.
7. Al-Umm,.
8. Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin , Risalah Al Hijab, hal 18-19, penerbit Darul Qasim.
9. Kifayatul Akhyar , Kitab Shalat
10. Kifayatul Akhyar , Kitab Haji B: 221-222.
11. HR. Ahmad 6 / 22894, Sunan Abu Dawud  no.: 1835
12. Fathul Qarib : 13.
13. Fathul Qarib : 15.
14. Penulis adalah guru di Ar-Rahman Islamic School Cinere Depok.

4 komentar:

  1. Adalah kalimat yang bijak dari Dr. Yusuf Al-Qaradhawi حفظه الله :

    “Bahkan seandainya wanita muslimah tersebut tidak menganggap wajib menutup muka, tetapi ia hanya menganggapnya lebih wara' dan lebih takwa demi membebaskan diri dari perselisihan pendapat, dan dia mengamalkan yang lebih hati-hati, maka siapakah yang akan melarang dia mengamalkan pendapat yang lebih hati-hati untuk dirinya dan agamanya? Dan apakah pantas dia dicela selama tidak mengganggu orang lain, dan tidak membahayakan kemaslahatan (kepentingan) umum dan khusus?
    Sungguh mengherankan! Mengapa wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang berlenggak-lenggok dan bergaya untuk memikat orang lain kepada kemaksiatan dibebaskan saja tanpa ada seorang pun yang menegurnya? Kemudian mereka tumpahkan seluruh kebencian dan celaan serta caci - maki terhadap wanita-wanita bercadar, yang berkeyakinan bahwa hal itu termasuk ajaran agama yang tidak boleh disia-siakan atau dibuat sembarang?“

    Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II, Pasal Apakah Memakai Cadar Itu Bid’ah? , Gema Insani Press, Depok, 2002.

    BalasHapus
  2. MUKTAMAR VIII NAHDLATUL ULAMA
    Keputusan Masalah Diniyyah Nomor : 135 / 12 Muharram 1352 H / 7 Mei 1933 Tentang
    HUKUM KELUARNYA WANITA DENGAN TERBUKA WAJAH DAN KEDUA TANGANNYA

    Pertanyaan :
    Bagaimana hukumnya keluarnya wanita akan bekerja dengan terbuka muka dan kedua tangannya? Apakah HARAM atau Makruh? Kalau dihukumkan HARAM, apakah ada pendapat yang menghalalkan? Karena demikian itu telah menjadi Dharurat, ataukah tidak? (Surabaya)

    Jawaban :
    Hukumnya wanita keluar yang demikian itu HARAM, menurut pendapat yang Mu’tamad ( yang kuat dan dipegangi - penj ).
    Menurut pendapat yang lain, boleh wanita keluar untuk jual-beli dengan terbuka muka dan kedua tapak tangannya, dan menurut Mazhab Hanafi, demikian itu boleh, bahkan dengan terbuka kakinya, APABILA TIDAK ADA FITNAH.

    Keterangan :

    (a) Kitab Maraqhil-Falah Syarh Nurul-Idlah (yang membolehkan):

    (وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إلاَّ وَجْهَهَا وَكَفََّّيْهَا). بَاطِنَهُمَا وَظَاهِرَهُمَا فِيْ اْلأَصَحِّ وَهُوَ الْمُخْتَارُ. وَ ذِرَاعُ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ فِيْ ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ وَهِيَ اْلأَصَحُّ. وَعَنْ أَبِيْ حَنِيْفَةَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ (وَ) إِلاَّ (قَدَمَيْهَا) فِيْ أَصَحِّ الرِّوَايَتَيْنِ بَاطِنِهِمَا وَظَاهِرِهِمَا الْعُمُوْمِ لِضَرُوْرَةِ لَيْسَا مِنَ الْعَوْرَةِ فَشَعْرُ الْحُرَّةِ حَتىَّ الْمُسْتَرْسَلِ عَوْرَةٌ فِيْ اْلأَصَحِّ وَعَلَيْهِ الْفَتَوَي

    Seluruh anggota badan wanita merdeka itu aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, baik bagian dalam maupun luarnya, menurut pendapat yang tersahih dan dipilih. Demikian pula lengannya termasuk aurat. Berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang tidak menganggap lengan tersebut sebagai aurat. Menurut salah satu riwayat yang sahih, kedua telapak kaki wanita itu tidak termasuk aurat baik bagian dalam maupun bagian luarnya. Sedangkan rambutnya sampai bagian yang menjurai sekalipun, termasuk aurat, demikian fatwa atasnya.

    (b) Kitab Bajuri Hasyiah Fatchul-Qarib Jilid. II Bab Nikah (yang mengharamkan) :

    (قَوْلُهُ إِلىَ أَجْنَـبِّيَةِ) أَي إِلىَ شَيْءٍ مِنْ اِمْرَأَةٍ أَجْنَـبِّيَّةٍ أَي غَيْرِ مَحْرَمَةٍ وَلَوْ أَمَةً وَشَمِلَ ذَلِكَ وَجْهَهَا وَكَفََّّيْهَا فَيَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهَا وَلَوْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ أَوْ خَوْفٍ فِتْنَةٍ عَلىَ الصَّحِيْحِ كَمَا فِيْ الْمِنْحَاجِ وَغَيْرِهِ إِلىَ أَنْ قَالَ وَقِيْلَ لاَ يَحْرُمُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى " وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا" وَهُوَ مُفَسَّرٌ بِالْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ وَالْمُعْتَمَدُ اْلأَوَّلُ. وَلاَ بِتَقْلِيْدِ الْـثَانِيْ لاَسِيَّمَا فِيْ هَذَا الزَّمَانِ الَّذِيْ كَثُرَ فِيْهِ خُوْرُجُ النِّسَاءِ فِيْ الطُّرُقِ وَاْلأَسْوَاقِ وَشَمِلَ ذَلِكَ أَيْضًا شَعْرَهَا وَظَفْرَهَا.

    (PENDAPAT PERTAMA) (Perkataannya atas yang bukan mahram / asing) yakni, pada segala sesuatu pada diri wanita yang bukan mahramnya walaupun budak termasuk wajah dan kedua telapak tangannya, maka haram melihat semua itu walaupun tidak disertai syahwat ataupun kekhawatiran timbulnya adanya fitnah sesuai pendapat yang sahih sebagaimana yang tertera dalam kitab al-Minhaj dan lainnya. PENDAPAT LAIN (KEDUA) menyatakan atau dikatakan (qila) tidak haram sesuai dengan firman Allah “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya” (QS.An-Nuur : 31).
    Istilah “qila” ( = dikatakan) dinyatakan dengan bentuk kalimat pasif biasa digunakan oleh para ulama ahli hadits untuk menunjukkan bahwa riwayat dan pendapat itu lemah.

    PENDAPAT PERTAMA (yang mengharamkan) LEBIH SAHIH, dan tidak perlu mengikuti pendapat kedua (yang tidak mengharamkan) terutama pada masa kita sekarang ini di mana banyak wanita keluar di jalan-jalan dan pasar-pasar. Keharaman ini juga mencakup rambut dan kuku.

    SUMBER :
    Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman123-124, Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh; Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jatim dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.

    BalasHapus
  3. Terima kasih, Anda telah memberikan judul yang tepat atas tulisan istri saya tersebut. Jazakumullah khoiron.

    BalasHapus
  4. Banyak terjadi keluhan wanita yang sudah memakai cadar, dicibir, diteror bahwa apa yang ia lakukan itu salah dan lebih baik buka cadar dengan dalil bahwa jumhur ulama tidak mewajibkan cadar.Atau yang lebih menyinggung perasaan, dituduh sok suci, dituduh paling bener dalam Agamanya…..padahal yang saya tahu, wanita yang pakai cadar tuh masih dalam tahap belajar mengamalkan,…..belajar mengamalkan al Qur’an surat al Ahzab 59…..
    Memang dalam hal cadar, ada dua pendapat yang masing masing mempunyai hujah dan dalilnya sendiri. Akan tetapi, bagi wanita yang sudah terbiasa memakai cadar, alangkah baiknya diberi tarbiyah tentang kesabaran dan kekuatan iman, bukan nya dicemooh….

    Ada lagi yang memakai dalil al Qur’an surat an Nur 30, mereka mengatakan, kalau Allah menyuruh laki laki menundukkan pandangan, berarti wanita muslim saat itu banyak yang tidak pakai cadar,……….
    Masalah Allah menyuruh menundukkan pandangan, yang ada di an Nur 30, bukan berarti ayat ini diturunkan karena para wanita pada umumnya tdk pake cadar kmd Allah menyuruh menundukkan pandangan. Seperti kita ketahui, bahwa di muka bumi ini kan tidak semua manusia muslim, ada yang kafir, musyrik, munafik. Para Wanitanya kebanyakan berpakaian tidak sopan, dan mereka senang /terbiasa menampakkan aurat atau berpakaian serba ketat, dan berbagai Mode yang sedang digandrungi kaum wanita……seperti berpakaian mini /celana pendek yg super pendek, baju yang menampakan pusernya, baju kemben, dll mode yang datang dari Barat ditiru untuk menunjukkan gaul dan tidak ketinggalan zaman………

    Allah menyuruh Manusia menundukkan pandangan,….artinya, mata kaum laki laki jangan jelalatan, gitu.
    Perhatikan lagi surat an Nur 30 yang diperintahkan menundukkan pandangan, yang disebut pertama kali kan ditujukan kepada laki laki, kemudian di ayat 31 perintah buat Wanita. Coba fakir, apa maksudnya…..Allah lebih tahu ………

    Maka laki laki sebagai pemimpin, harus memberikan contoh tauladan. Lagi pula bila Laki laki tidak dapat menjaga pandangan matanya, maka mudhorotnya lebih besar …. Maka perintah menundukkan pandangan yang di seru duluan adalah kepada kaum Laki2……………

    Andai wanita Islam semua pada bercadar. Apakah Ayat 30,31 surat an Nuur dihapus ? nyatanya Allah tidak menghapusnya sampai saat ini……karena masih banyak wanita Muslim yg tidak berjilbab plus para wanita Musyrik/Kafir/Munafik….yang mana penampilan mereka membuat hati laki laki runtuh…..

    Kembali pada inti masalah :
    Seyogyanya Allah Maha Tahu mengapa ayat menundukkan pandangan menjadi perintah wajib buat manusia. Yang jelas, bagi mereka yang sudah terbiasa menggunakan cadar, mohon dipertahankan selama tidak menganggu aktifitas............dan kita mendukungnya, tidak usah difitnah macam macam……, krn ini bukan amalan bid’ah dan bukan pula amalan haram, tidak perlu di pertentangkan……..

    seharusnya kita semua satu hati, satu fikir dalam berdakwah…..masih banyak wanita yang tidak mau memakai jilbab….masih bertabaruj, inilah yang menjadi tugas kita semua dalam ber amar ma’ruf nahi munkar untuk membenahi kaum wanita……………

    BalasHapus