Berawal dari kisah seorang akhwat, sebut saja namanya Fulanah. Pada
suatu pagi dia mampir di sebuah warnet untuk browsing. Beberapa menit
kemudian, dia pikir urusannya untuk browsing dan sebagainya telah
selesai.
Akhirnya dia pun membayar ke penjaga warnet. Tanpa diduga, si penjaga warnet memberinya sebuah lembaran kertas yang tergulung. Si Fulanah bertanya “Apa nih mas?” dengan tanpa ekspresi Mas itu menjawab “Dibaca saja, itu katalog buku.” Iya sih, memang itu terdapat katalog buku yang sepertinya didownload dari internet, kemudian di print dengan tinta yang hampir habis. “Tidak menarik” batin si akhwat sambil beranjak pergi, tapi tak lupa berucap “Makasih ya mas..”
Akhirnya dia pun membayar ke penjaga warnet. Tanpa diduga, si penjaga warnet memberinya sebuah lembaran kertas yang tergulung. Si Fulanah bertanya “Apa nih mas?” dengan tanpa ekspresi Mas itu menjawab “Dibaca saja, itu katalog buku.” Iya sih, memang itu terdapat katalog buku yang sepertinya didownload dari internet, kemudian di print dengan tinta yang hampir habis. “Tidak menarik” batin si akhwat sambil beranjak pergi, tapi tak lupa berucap “Makasih ya mas..”
Tapi saat lembaran itu dibukanya kembali sesampai di tempat parkir,
ternyata itu tidak hanya katalog buku saja. Halaman sebaliknya,
terketiklah tulisan yang lebih rapi, sebuah puisi. Cukup panjang. Tapi
yang paling menarik adalah bait terakhir puisi tersebut.
Sebuah pantun “Buah salak buah kedondong. Nona cantik, pake cadar dong.. “
Deg. Antara rasa malu, merasa bersalah, dan sedikit membuat
kepikiran, Fulanah pun pergi meninggalkan Warnet tersebut dengan beribu
pemikiran yang muncul di kepalanya.
Dan memang, setelah diresapi kembali, dan mencoba membaca puisi
tersebut, Fulanah tersadar, puisi itu isinya tentang pesan moral,
betapa kehancuran itu, kerusakan moral itu bisa berasal dari paras
cantik seorang wanita… Subhanallah…
Kisah di atas, memang lumayan cukup
membuat berpikir. Menurut anda, apakah si Penjaga Warnet tersebut
‘kurang ajar’ atau justru malah ‘bertindak benar’?
Coba bandingkan dengan seorang pria yang terpesona dengan kecantikan
seorang akhwat, dan berharap dapat bertemu dengan akhwat tersebut
setiap hari, supaya bisa memandangi akhwat tersebut. Bandingkan dengan
si Penjaga Warnet itu, yang menyadari bahwa fitnah terbesar di depan
matanya. Dan dia berharap sang Akhwat menutupinya…
Hmmmm…. Silahkan kita semua berpikir….
Bagi para akhwat, apakah hati ini tergerak untuk ‘menghijab’ diri, atau malah senang ‘dinikmati’?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar