Muasyarah bil ma’ruf
Di
ayat 19 surat An-Nisa di atas, Allah swt. menggunakan redaksi
“muasyarah bil ma’ruf”. Makna kata “muasyarah” adalah bercampur dan
bersahabat. Karena mendapat tambahan frase “bil ma’ruf”, maknanya
semakin dalam. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menulis makna “muasyarah bil
ma’ruf” dengan “perbaikilah ucapan, perbuatan, penampilan sesuai dengan
kemampuanmu sebagaimana kamu menginginkan dari mereka (pasanganmu),
maka lakukanlah untuk mereka.”
Sedangkan Imam
Qurthubi dalam tafsirnya menerangkan makna “muasyarah bil ma’ruf”
dengan kalimat, “Pergaulilah istri kalian sebagaimana perintah Allah
dengan cara yang baik, yaitu dengan memenuhi hak-haknya berupa mahar
dan nafkah, tidak bermuka masam tanpa sebab, baik dalam ucapan (tidak
kasar) maupun tidak cenderung dengan istri-istri yang lain.”
Adapun
Tafsir Al-Manar menerangkan makna ”muasyarah bil ma’ruf” dengan
kalimat, “Wajib atas orang beriman berbuat baik terhadap istri mereka,
menggauli dengan cara yang baik, memberi mahar dan tidak menyakiti baik
ucapan maupun perbuatan, dan tidak bermuka masam dalam setiap
perjumpaan, karena semua itu bertentangan dalam pergaulan yang baik
dalam keluarga.”
Di antara bentuk perlakuan yang
baik adalah melapangkan nafkah, meminta pendapat dalam urusan rumah
tangga, menutup aib istri, menjaga penampilan, dan membantu tugas-tugas
istri di rumah.
Salah satu hikmah Allah swt.
mewajibkan seorang suami ber-muasyarah bil ma’ruf kepada istrinya
adalah agar pasangan suami-istri itu mendapatkan kebahagiaan dan
ketenangan dalam hidup. Karena itu, para ulama menetapkan hukum
melakukan “muasyarah bil ma’ruf” sebagai kewajiban yang harus dilakukan
oleh para suami agar mendapatkan kebaikan dalam rumah tangga.
Karena
itu, para suami yang mendambakan kebaikan dalam rumah tangganya perlu
mendalami tabiat perempuan secara umum dan tabiat istrinya secara
khusus. Jika menemukan ada sesuatu yang dibenci dalam diri istri, demi
kebaikan keluarga temukan lebih banyak kebaikan-kebaikannya. Suami juga
harus tahu apa perannya dalam rumah tangga. Dan, jangan pernah
mencelakan istri dengan kekerasan, baik secara fisik maupun mental.
Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.,” Apa hak istri
terhadap suaminya?” Rasulullah saw. menjawab, “Memberi makan apa yang
kamu makan , memberi pakaian apa yang kamu pakai, tidak menampar
mukanya, tidak membencinya serta tidak boleh memboikotnya.”
Bagaimana
jika timbul perselisihan? Cekcok antara suami-istri adalah hal yang
manusiawi. Jika Rasulullah saw. memberi toleransi waktu tiga hari bagi
dua orang muslim saling mendiamkan satu sama lain, alangkah baiknya
jika suami-istri saling mendiamkan di pagi hari, di malam harinya sudah
bisa saling senyum lagi. Kenapa?
Sebab, pasangan
suami-istri muslim dan muslimah paham betul bahwa perselisihan mereka
adalah gangguan Iblis. Rasulullah saw. pernah menerangkan kepada para
sahabat, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air,
kemudian dia mengirim pasukannya, maka yang paling dekat kepadanya,
dialah yang paling besar fitnahnya. Lalu datanglah salah seorang dari
mereka seraya berkata: aku telah melakukan ini dan itu, Iblis menjawab,
kamu belum melakukan apa-apa. Kemudian datang lagi yang lain melapor,
aku mendatangi seorang lelaki dan tidak akan membiarkan dia, hingga aku
menceraikan antara dia dan istrinya, lalu Iblis mendekat seraya
berkata, “Sangat bagus kerjamu” (Muslim)
Begitulah,
Iblis menjadikan menceraikan pasangan suami-istri sebagai prestasi
tertinggi tentaranya. Karena itu, Islam mencegah perbuatan yang bisa
menyebabkan perselisihan suami-istri. Karena itu, jika cekcok dengan
pasangan hidup Anda, segera selesaikan masalahnya. Upayakan selesaikan
masalah rumah tangga sendiri. Jangan menghadirkan pihak ketiga. Jika
belum selesai juga, hadirkan seseorang yang bisa menjadi hakim yang
bisa diterima kedua belah pihak.
Seiring dengan
panjangnya perjalanan waktu dan lika-liku kehidupan, kadang ikatan
pernikahan mengkendur. Karena itu, perkuat lagi ikatan itu dengan
mengingat-ingat kembali tujuan pernikahan. Bangun komunikasi yang
positif. Komunikasi adalah kunci keharmonisan. Karena itu, pahami betul
cara berkomunikasi pasangan Anda. Dan, hidupkan syuro dalam keluarga.
Bahkan untuk urusan kecil sekalipun perlu dibicarakan bersama. Insya
Allah, Allah swt. akan memberi kebaikan yang banyak dalam keluarga
Anda. Amin. (ustad Bogi) Dakwatuna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar