Rasulullah
berwasiat, cintailah fakir-miskin, berbanyak silaturrahmi, jangan suka
meminta-minta dan jangan takut celaan dalam berdakwah
“Dari
Abu Dzar ia berkata; “Kekasihku (Rasulullah SAW) berwasiat kepadaku
dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat
dengan mereka, (2) beliau memerintahku agar aku melihat orang-orang
yang di bawahku dan tidak melihat orang yang berada di atasku, (3)
beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahim dengan karib
kerabat meski mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku diperintahkan agar
memperbanyak ucapan La haula walaa quwwata illa billah, (5) aku
diperintahkan untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau
berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam
berdakwah kepada Allah, (7) belaiu melarang aku agar aku tidak
meminta-minta sesuatu kepada manusia” (Riwayat Ahmad).
Meski
wasiat ini disampaikan kepada Abu Dzar RA, namun hakikatnya untuk kaum
Muslimin secara umum. Sebagaimana kaidah: (Al-Khitobu
li’umuumil-lafdzi, walaisa min khususil asbab).
Wasiat pertama, mencintai orang miskin.
Islam menganjurkan umatnya agar berlaku tawadhu’ (berendah hati) terhadap
orang-orang miskin, menolong dan membantu kesulitan mereka. Demikianlah
yang dicontohkan para sahabat di antaranya Umar bin Khaththab
Radhiallahu anhu (RA) yang terkenal sangat merakyat, Khalifah Abu Bakar
yang terkenal dengan sedekah “pikulan”nya, Utsman bin Affan dengan
kedermawanannya.
Cintailah dan kasihanilah orang-orang miskin, sebab hidup mereka tidak cukup, diabaikan masyarakat dan tidak diperhatikan. Orang
yang mencintai fuqara’ dan masakin dari kaum Muslimin, terutama mereka
yang mendirikan shalat, dan taat kepada Allah, maka mereka akan dibela
Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) di dunia dan pada hari kiamat.
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Barangsiapa
yang menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang Muslim, Allah akan
menghilangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa
yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan
memudahkan baginya di dunia dan akhirat” (Riwayat Muslim).
Juga sabda beliau, “Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang jihad fi sabilillah…..” (Riwayat Bukhari). Dalam riwayat lain seperti mendapatkan pahala shalat dan puasa secara terus menerus….
Wasiat kedua, melihat orang yang lebih rendah kedudukannya dalam hal materi dunia.
Rasulullah
memerintahkan agar kita melihat orang-orang yang berada di bawah kita
dalam masalah dunia dan mata pencaharian. Tujuannya, tiada lain agar
kita selalu bersyukur dengan nikmat Allah yang ada. Selalu qona’ah (merasa cukup dengan apa yang Allah karuniakan kepada kita), tidak serakah, tidak pula iri dengki dengan kenikmatan orang lain.
Memang
rata-rata penyakit manusia selalu melihat ke atas dalam hal harta,
kedudukan, dan jabatan. Selama manusia hidup ia selalu merasa kurang
dan kurang. Baru merasa cukup manakala mulutnya tersumpal tanah kuburan.
“Lihatlah
kepada orang yang berada di bawahmu dan janganlah melihat orang yang
ada di atasmu, karena hal demikian lebih patut agar kalian tidak
meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” (Riwaat Muttafaqun ‘alaihi).
Sebaliknya
dalam masalah agama, ibadah dan ketakwaan, seharusnya kita melihat
orang-orang yang di atas kita, yaitu para Nabi, sahabat, orang-orang
yang jujur, para syuhada’, para ulama’ dan salafus-shalih.
Wasiat ketiga, menyambung silaturahim kepada kaum kerabat
Silaturahim adalah ungkapan mengenai berbuat baik kepada karib kerabat karena hubungan nasab
(keturunan) atau karena perkawinan. Yaitu silaturahim kepada orang tua,
kakak, adik, paman, keponakan yang masih memiliki hubungan kekerabatan.
Berbuat baik dan lemah lembut kepada mereka, menyayangi, memperhatikan dan membantu mereka.
Dengan
silaturahim, Allah memberikan banyak manfaat. Di antaranya, menjalankan
perintah Allah dan rasul-Nya, dengannya akan menumbuhkan sikap saling
membantu dan mengetahui keadaan masing-masing. Silaturahmi pula akan
memberikan kelapangan rezeki dan umur yang panjang. Sebaliknya bagi
yang mengabaikan silaturahim Allah sempitkan hartanya dan tidak
memberikan berkah pada umurnya, bahkan Allah tidak memasukkannya ke
dalam surga.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahmi” (Riwayat Bukhari).
Wasiyat keempat, memperbanyak ucapan ‘La haula walaa quwwata illa bilLah’
Rasulullah memerintahkan memperbanyak ucapan La haula walaa quwwata illa bilLah’ agar
kita berlepas diri dari merasa tidak mampu. Kita serahkan semuanya
kepada Allah. Makna kalimat ini juga sebagai sikap tawakkal, hanya
kepada Allah kita menyembah dan hanya kepada-Nya pula kita memohon
pertolongan.
Pada
hakekatnya seorang hamba tidak memiliki daya-upaya apapun kecuali
dengan pertolongan Allah. Seorang penuntut ilmu tidak bisa duduk di
majelis ilmu melainkan dengan pertolongan Allah. Demikian juga seorang
guru tidak mungkin bisa mengajarkan ilmu yang manfaat kepada muridnya
melainkan dengan pertolongan Allah.
Nabi bersabda :
“Ya
Abdullah bin Qois, maukah aku tunjukkan kepadamu atas perbendaharaan
dari perbendaharaan surga? (yaitu) ‘La haula walaa quwwata illa billah’
(Riwayat Muttafaqun ‘Alaih).
Wasiyat kelima, berani mengatakan kebenaran meskipun pahit
Kebanyakan
orang hanya asal bapak senang (ABS), menjilat agar mendapat simpati
dengan mengorbankan kebenaran dan kejujuran. Getirnya kebenaran tidak
boleh mencegah kita untuk tidak mengucapkannya, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain. Apabila sesuatu itu sudah jelas sebagai sesuatu yang
haram, bid’ah, munkar, batil, dan syirik, maka jangan sampai kita takut
menerangkannya.
Sesungguhnya jihad yang paling utama ialah mengatakan kalimat kebenaran (haq) kepada penguasa yang zalim. Bukan dengan cara menghujat aib mereka di mimbar-mimbar, tidak dengan aksi orasi, demonstrasi, dan provokasi.
“Barangsiapa
yang ingin menasehati penguasa, janganlah ia tampakkan dengan
terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri
dengannya. Kalau penguasa itu mau mendengar nasehat itu, maka itu yang
terbaik. Dan apabila penguasa itu enggan, maka ia sungguh telah
melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya” (Riwayat Ahmad)
Wasiyat keenam, tidak takut celaan dalam berdakwah.
Betapa
berat resiko dakwah yang Rasulullah dan sahabat alami. Mereka harus
menderita karena mendapat celaan, ejekan, fitnah, boikot. Juga
pengejaran, lemparan kotoran, dimusuhi, diteror, dan dibunuh.
Manusia
yang sakit hatinya kadang-kadang tidak mau menerima dengan penjelasan
dakwah, maka para pendakwah harus sabar menyampaikan dengan ilmu dan
hikmah. Jika dai mendapat penolakan dan cercaan jangan sampai mundur.
Maka para penyeru tauhid, penyeru kebenaran jangan berhenti hanya
dengan di cerca.
“(Yaitu)
orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut
kepada-Nya dan tidak merasa takut dengan siapapun selain Allah. Dan
cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan” (Al-Ahzab [33]: 39).
Wasiat ketujuh, tidak suka meminta-minta sesuatu kepada orang lain.
Orang
yang dicintai Allah, Rasul dan manusia, adalah mereka yang tidak
meminta-minta. Seorang Muslim harus berusaha makan dari hasil jerih
payah tangannya sendiri. Seorang Muslim harus berusaha memenuhi hajat
hidupnya sendiri dan tidak boleh selalu mengharapkan belas kasihan
orang.
“Sungguh,
seseorang dari kalian mengambil tali, lalu membawa seikat kayu bakar di
punggungnya, kemudian ia menjualnya, sehingga dengannya Allah menjaga
kehormatannya. Itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada
manusia. Mereka bisa memberi atau tidak memberi” (Riwayat Bukhori).
Demikianlah 7 wasiat Rasulullah SAW. Semoga kita bisa menunaikannya. [Abu Hasan-Husain/diambil dari Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2008/www.hidayatullah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar