19 Februari 2018

Diam itu  dosa.


🌻﷽ ⚘ ﷽ 🌻 ﷽ 🌻﷽ ⚘ ﷽ 🌻

 وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ♡

Diam itu  dosa.
0leh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Anakku, sesungguhnya “lidah dan mulut” bisa mendatangkan malapetaka besar. Sehingga dikatakan dalam pepatah: “mulutmu harimaumu, yang akan merekah (membelah) kepalamu.” Sedangkan  dalam kalimat yang lain disebutkan orang: “lidah lebih tajam dari pedang” yang bermakna ucapan yang terlontar dari mulut kita dapat membuat seseorang terluka yang akan meninggalkan bekas mendalam dalam kehidupannya. Oleh sebab itulah dalam hadits beliau Rasulullah SAW mengingatkan:

“Sesungguhnya telah banyak orang yang binasa (mati) lantaran digelincirkan oleh lidahnya.”  (HR. Al-Baihaqi).
Sementara sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidak ada sesuatupun yang lebih patut untuk di-ikat berlama-lama selain lidah.”

Namun demikian  anakku, kalau kita hanya “diam saja”, maka perbuatan itu juga bisa mendatangkan dosa  bagi diri sendiri. Lebih-lebih lagi dalam 4(empat) keadaan sebagaimana yang dijelaskan  Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an maupun  As-Sunnah.

Pertama: Ketika kita melihat kemungkaran yang dilakukan secara terang-terangan di hadapan kita, maka bisa-bisa Allah melaknat kita sama halnya dengan apa yang telah dialami oleh Bani Israil sebagaimana yang dijelaskan Allah Ta’ala dengan Firman-Nya:
“Telah dilaknati (Allah) orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam; yang demikian itu disebabkan mereka semua durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu  tidak melarang kemungkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka perbuat itu.”     (Q.S.Al-Maa-idah: 78-79)

Kedua: Jika kita sengaja menyembunyikan informasi tentang perkara penting yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
  “Jika seorang alim (yang mengetahui sesuatu) ditanya tentang sesuatu, lalu ia diam (tidak mau bicara dan menerangkannya); maka ia akan dibelenggu dengan belenggu api neraka.” (HR.Imam Ahmad dan An-Nasa’i r.a)

Ketiga:  Apabila  kita hanya mau bicara atau membicarakan kepentingan untuk diri kita sendiri, dan diam terhadap kepentingan orang lain, maka ia tak ubahnya hanya seperti seekor keledai sebagaimana yang tersirat dalam Firman Allah Ta’ala:
  “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan  dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya suara yang paling buruk adalah suara keledai.” (Q.S.Luqman: 19)
Adapun tentang ayat ini diterangkan oleh Jalaluddin Ar-Rumi, bahwa “Keledai” adalah satu-satunya hewan yang enggan memuji dan bertasbih kepada Allah.  “Keledai” baru bersuara dan berteriak ketika perutnya merasa lapar. Dan ironisnya sekarang ini, tabi’at “Keledai” inilah yang paling banyak ditiru oleh sebahagian orang; Bahwa mereka selalu berteriak keras dan nyaring, tatkala kepentingan dirinya atau kelompoknya terabaikan atau diabaikan oleh pihak lain.

Ke-empat: Diam yang mengandung dosa adalah diamnya kita atas kesalahan-kesalahan yang kita lakukan, tidak  mau mengakui kesalahan yang kita perbuat dan sekaligus meminta ma’af kepada orang lain atas kesalahan yang telah kita perbuat. Bahkan mungkin saja kepada Allah, untuk memohon ampun dan bertaubat atas kesalahan kita tersebut. Padahal Allah Ta’ala telah menjelaskan:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.S. Ali ‘Imran: 135)

Oleh sebab itu anakku, hal yang paling tepat untuk diperbuat adalah; “diam dan bicaralah” engkau sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Artinya adalah, jangan gunakan lidahmu untuk bicara yang bathil dan jangan pula engkau kunci lidahmu untuk menyampaikan yang hak lagi benar.

Anakku, semoga pengajaran dan nasihatku ini bermanfaat bagimu, dan kepada Allah Ta’ala jualah kita berserah diri. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,  3 Jumadil Akhir 1439 H / 19 Pebruari 2018
KH.Bachtiar Ahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar