by Sayyid Ibra Assegaf
As Salamu'alaykum warahmatullahi ta'ala wabarakatuh ...
Kastrotul masaas yufqidul ihsaas, Ini adalah pepatah Arab yang artinya
adalah sesuatu kalau sering disentuh akan berkurang rasanya. Pada
sentuhan pertama kita akan merasakan rasanya sangat kuat tetapi pada
sentuhan kedua, ketiga, dan seterusnya, rasa itu akan terus berkurang.
Pertama kali manusia menembus angkasa dan mendarat di bulan, beritanya
begitu menggemparkan. Tetapi, ketika ekspedisi kedua, ketiga, dan
seterusnya gaung beritanya mulai berkurang.
Begitu juga dengan
diri kita terhadap dosa. Pertama kali berbuat dosa, diri yang fitri akan
bergetar takut. Rasa takut ini akan berkurang apabila dosa yang sama
diulang kedua kalinya. Dan, akan terus berkurang pada pengulangan
ketiga, keempat, sampai akhirnya pekerjaan dosa itu menjadi biasa,
menjadi adat dan kebiasaan.
Imam Hasan Al Bashri berkata,
''Yang aku takutkan adalah apabila hati kita telah terbiasa dengan
dosa-dosa. Hati adalah bagian yang sangat peka dalam diri manusia,
tetapi kepekaan ini akan hilang dengan dosa yang berulang-ulang.''
Dengan jelas Rasulullah saw juga telah menggambarkan hilangnya kepekaan
hati. Hati itu, kata Rasulullah saw, pada awalnya ibarat kain putih
tanpa noda. Bila seseorang melakukan dosa maka akan ada titik hitam pada
hati itu. Jika dia bertobat, maka titik hitam itu akan dihapus dan
hatinya kembali putih. Tapi, bila tidak dan dia kembali mengulang
berbuat dosa maka titik hitam itu ditambah lagi sampai akhirnya hatinya
menjadi hitam legam. Hati seperti ini tidak lagi peduli dengan
kemungkaran dan tidak lagi mengenal kebajikan. Inilah hati yang disebut
Alquran sebagai al Qulub al Qosiyah, yang lebih keras dari batu
sekalipun.
Secara lebih jelas dapat dirinci fase-fase hati
menjadi qosiyah (keras membatu) sebagaimana dijelaskan Alquran. Pertama,
dimulai dengan lupa dzikir kepada Allah karena dikuasai setan: ''Setan
telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah,''
(QS 58:19). Kedua, karena lupa kepada Allah maka Allah lupakan mereka
kepada diri mereka sendiri: ''Dan janganlah kamu seperti orang-orang
yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri
mereka sendiri,'' (QS.59:19). Ketiga, kemudian setan akan menjadi teman
paling dekatnya: ''Barang siapa yang berpaling dari dzikrullah maka akan
Aku jadikan setan sebagai teman yang selalu menyertainya,'' (QS.43:36).
Keempat, setan ini akan menghiasi semua perbuatan mungkar yang
dilakukan sehingga nampak baik dan benar baginya: ''... Dan setan pun
menghiasi bagi mereka perbuatan-perbuatan mereka,'' (QS.29:38). Kelima,
karena itu semua maka hati mereka mengeras bagai batu bahkan lebih keras
daripada batu.
Tetapi yang lebih berbahaya dari hilangnya
kepekaan hati terhadap dosa adalah hilangnya kepekaan atas azab Allah.
Sering orang tak tahu bahwa ia sedang diazab Allah karena dosanya. Azab
ini bisa berbentuk musibah, bencana, krisis, dan sebagainya, tetapi juga
bisa berbentuk kenikmatan duniawi.
wallahu a'lam
by Sayyid Ibra Assegaf
As Salamu'alaykum warahmatullahi ta'ala wabarakatuh ...
Kastrotul masaas yufqidul ihsaas, Ini adalah pepatah Arab yang artinya adalah sesuatu kalau sering disentuh akan berkurang rasanya. Pada sentuhan pertama kita akan merasakan rasanya sangat kuat tetapi pada sentuhan kedua, ketiga, dan seterusnya, rasa itu akan terus berkurang. Pertama kali manusia menembus angkasa dan mendarat di bulan, beritanya begitu menggemparkan. Tetapi, ketika ekspedisi kedua, ketiga, dan seterusnya gaung beritanya mulai berkurang.
Begitu juga dengan diri kita terhadap dosa. Pertama kali berbuat dosa, diri yang fitri akan bergetar takut. Rasa takut ini akan berkurang apabila dosa yang sama diulang kedua kalinya. Dan, akan terus berkurang pada pengulangan ketiga, keempat, sampai akhirnya pekerjaan dosa itu menjadi biasa, menjadi adat dan kebiasaan.
Imam Hasan Al Bashri berkata, ''Yang aku takutkan adalah apabila hati kita telah terbiasa dengan dosa-dosa. Hati adalah bagian yang sangat peka dalam diri manusia, tetapi kepekaan ini akan hilang dengan dosa yang berulang-ulang.''
Dengan jelas Rasulullah saw juga telah menggambarkan hilangnya kepekaan hati. Hati itu, kata Rasulullah saw, pada awalnya ibarat kain putih tanpa noda. Bila seseorang melakukan dosa maka akan ada titik hitam pada hati itu. Jika dia bertobat, maka titik hitam itu akan dihapus dan hatinya kembali putih. Tapi, bila tidak dan dia kembali mengulang berbuat dosa maka titik hitam itu ditambah lagi sampai akhirnya hatinya menjadi hitam legam. Hati seperti ini tidak lagi peduli dengan kemungkaran dan tidak lagi mengenal kebajikan. Inilah hati yang disebut Alquran sebagai al Qulub al Qosiyah, yang lebih keras dari batu sekalipun.
Secara lebih jelas dapat dirinci fase-fase hati menjadi qosiyah (keras membatu) sebagaimana dijelaskan Alquran. Pertama, dimulai dengan lupa dzikir kepada Allah karena dikuasai setan: ''Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah,'' (QS 58:19). Kedua, karena lupa kepada Allah maka Allah lupakan mereka kepada diri mereka sendiri: ''Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri,'' (QS.59:19). Ketiga, kemudian setan akan menjadi teman paling dekatnya: ''Barang siapa yang berpaling dari dzikrullah maka akan Aku jadikan setan sebagai teman yang selalu menyertainya,'' (QS.43:36).
Keempat, setan ini akan menghiasi semua perbuatan mungkar yang dilakukan sehingga nampak baik dan benar baginya: ''... Dan setan pun menghiasi bagi mereka perbuatan-perbuatan mereka,'' (QS.29:38). Kelima, karena itu semua maka hati mereka mengeras bagai batu bahkan lebih keras daripada batu.
Tetapi yang lebih berbahaya dari hilangnya kepekaan hati terhadap dosa adalah hilangnya kepekaan atas azab Allah. Sering orang tak tahu bahwa ia sedang diazab Allah karena dosanya. Azab ini bisa berbentuk musibah, bencana, krisis, dan sebagainya, tetapi juga bisa berbentuk kenikmatan duniawi.
wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar