by SyarƖfaĦ ĴamЄЄla in Dakwah Islam
by : Sayyid Pengelana Baroqbah
Salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim adalah iman kepada para rasul, terutama Rasulullah saw.
Bukti utama beriman kepada Rasulullah saw. adalah ittiba’ (mengikuti Rasulullah saw.).
Orang-orang yang melakukan ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan meraih banyak nata-ij<1> (manfaat dan buah positif), di antaranya:
mahabbatullah (cinta dari Allah),
rahmatullah (kasih sayang-Nya),
hidayatullah (petunjuk dari-Nya),
mushahabatul akhyar fil jannah (bersama orang-orang pilihan di surga), asy-syafa’ah (mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw.),
nadharatul wajhi (muka yang bersinar dan berseri di surga),
mujawaratu ar-rasul (menjadi tetangga Rasulullah saw. di surga), ‘izzatun-nafsi (meperoleh kemuliaan jiwa di dunia dan akhirat),
al-falah (kemenangan dan keberuntungan). Semua itu jelas merupakan as-sa’adah (kebahagiaan) hakiki di dunia maupun di akhirat.
Ittiba’ adalah bukti keimanan
Bukti keimanan kepada Rasulullah saw. yang paling utama adalah mengikuti beliau dalam segala sisi kehidupannya, selalu mentaati beliau dalam setiap perintah dan larangan yang beliau sampaikan. Sebab, mengikuti dan mentaati Rasulullah saw. adalah bukti ketaatan kita kepada Allah swt., dan mengikuti sunnah Rasulullah saw. adalah bukti kongkret mengikuti Al-Qur’an.
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (An-Nisa: 80)
Barangsiapa mengaku mentaati Allah swt. namun tidak mau ittiba’ Rasulullah saw., maka ketaatannya itu tidak sah menurut Al-Qur’an; dan Rasulullah saw. berlepas diri dari orang tersebut. Dan siapapun yang mengaku melaksanakan Al-Qur’an namun tidak ittiba’ dengan sunnah Rasulullah saw., maka pengakuannya hanyalah pengakuan palsu belaka.
Sebagai contoh, untuk dapat melaksanakan shalat dengan sempurna kita memerlukan hadits Rasulullah saw. karena Al-Qur’an hanya memerintahkan kita mendirikan shalat tanpa menjelaskan rincian tata cara shalat.
Bahwa shalat diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam merupakan penjelasan yang kita temukan dalam hadits Rasulullah saw., tidak dalam Al-Qur’an.
Begitu pula dengan rincian pelaksanaan zakat, shaum (puasa), haji, dan ibadah-ibadah lain. Intinya, fungsi hadits Rasulullah saw. adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan bahasa lain kita tidak akan bisa mengamalkan Al-Qur’an tanpa mengikuti sunnah Rasulullah saw.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)
Salah seorang ulama besar, Fudhail bin ‘Iyadh, ketika menjelaskan makna “Ahsanu ‘amala” dalam surat Al-Mulk ayat 2 berkata,
أَحْسَنُ عَمَلاً : أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ. قَالَ: فَإِنَّ العَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصاً وَلَمْ يَكُنْ صَوَاباً لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَاباً وَلَمْ يَكُنْ خَالِصاً لَمْ يُقْبَلْ، حَتَّى يَكُوْنَ خَالِصاً صَوَاباً، وَالْخَالِصُ أَنْ يَكُوْنَ لِلهِ، وَالصَّوَابُ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى السُّنَّةِ.
“Yang dimaksud dengan ahsanu’ amala (amal yang terbaik) adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Karena sebuah amal jika dilakukan dengan ikhlas tapi tidak benar, maka amal itu tidak diterima oleh Allah. Begitu pula sebaliknya, jika amal itu benar tapi tidak ikhlas, juga ditolak oleh Allah swt. Baru diterima jika memenuhi kedua syarat tersebut (ikhlas dan benar).
Yang dimaksud dengan ikhlas adalah semata karena Allah, sedangkan yang dimaksud dengan benar adalah mengikuti sunnah Rasulullah.” (Dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa vol 18/hlm 250).
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَثَلِي وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمًا فَقَالَ رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَيَّ وَإِنِّي أَنَا النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَا النَّجَاءَ فَأَطَاعَتْهُ طَائِفَةٌ فَأَدْلَجُوا عَلَى مَهَلِهِمْ فَنَجَوْا وَكَذَّبَتْهُ طَائِفَةٌ فَصَبَّحَهُمْ الْجَيْشُ فَاجْتَاحَهُمْ)). (رواه البخاري).
Dari Abu Musa r.a. berkata, Rasulullah saw telah bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan risalah yang diberikan Allah kepadaku seperti seorang laki-laki yang mendatangi suatu kaum lalu ia berkata, ‘Aku telah melihat pasukan tentara dengan kedua mataku, kuperingatkan kalian dengan sungguh-sungguh! Segeralah cari selamat (dari keganasan mereka)!’ Lalu sebagian mereka mentaatinya sehingga mereka segera menghindar dari pasukan kejam itu hingga selamat, sedangkan yang lain mendustakannya hingga pasukan itu menemui mereka dan meluluhlantakkan mereka.” (Bukhari)
Kita dapat merasakan dari hadits shahih di atas betapa Rasulullah saw. amat ingin menyelamatkan kita dari bencana dunia dan akhirat dengan syariat dan dakwah yang ia bawa, karena syariat Islam adalah penyelamat bagi kita dari kehinaan dunia dan penderitaan di akhirat.
https://www.facebook.com/notes/sayid-pengelana/manfaat-mengikuti-rasululah-s aw/197853553645390?notif_t=like
Salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim adalah iman kepada para rasul, terutama Rasulullah saw.
Bukti utama beriman kepada Rasulullah saw. adalah ittiba’ (mengikuti Rasulullah saw.).
Orang-orang yang melakukan ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan meraih banyak nata-ij<1> (manfaat dan buah positif), di antaranya:
mahabbatullah (cinta dari Allah),
rahmatullah (kasih sayang-Nya),
hidayatullah (petunjuk dari-Nya),
mushahabatul akhyar fil jannah (bersama orang-orang pilihan di surga), asy-syafa’ah (mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw.),
nadharatul wajhi (muka yang bersinar dan berseri di surga),
mujawaratu ar-rasul (menjadi tetangga Rasulullah saw. di surga), ‘izzatun-nafsi (meperoleh kemuliaan jiwa di dunia dan akhirat),
al-falah (kemenangan dan keberuntungan). Semua itu jelas merupakan as-sa’adah (kebahagiaan) hakiki di dunia maupun di akhirat.
Ittiba’ adalah bukti keimanan
Bukti keimanan kepada Rasulullah saw. yang paling utama adalah mengikuti beliau dalam segala sisi kehidupannya, selalu mentaati beliau dalam setiap perintah dan larangan yang beliau sampaikan. Sebab, mengikuti dan mentaati Rasulullah saw. adalah bukti ketaatan kita kepada Allah swt., dan mengikuti sunnah Rasulullah saw. adalah bukti kongkret mengikuti Al-Qur’an.
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (An-Nisa: 80)
Barangsiapa mengaku mentaati Allah swt. namun tidak mau ittiba’ Rasulullah saw., maka ketaatannya itu tidak sah menurut Al-Qur’an; dan Rasulullah saw. berlepas diri dari orang tersebut. Dan siapapun yang mengaku melaksanakan Al-Qur’an namun tidak ittiba’ dengan sunnah Rasulullah saw., maka pengakuannya hanyalah pengakuan palsu belaka.
Sebagai contoh, untuk dapat melaksanakan shalat dengan sempurna kita memerlukan hadits Rasulullah saw. karena Al-Qur’an hanya memerintahkan kita mendirikan shalat tanpa menjelaskan rincian tata cara shalat.
Bahwa shalat diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam merupakan penjelasan yang kita temukan dalam hadits Rasulullah saw., tidak dalam Al-Qur’an.
Begitu pula dengan rincian pelaksanaan zakat, shaum (puasa), haji, dan ibadah-ibadah lain. Intinya, fungsi hadits Rasulullah saw. adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan bahasa lain kita tidak akan bisa mengamalkan Al-Qur’an tanpa mengikuti sunnah Rasulullah saw.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)
Salah seorang ulama besar, Fudhail bin ‘Iyadh, ketika menjelaskan makna “Ahsanu ‘amala” dalam surat Al-Mulk ayat 2 berkata,
أَحْسَنُ عَمَلاً : أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ. قَالَ: فَإِنَّ العَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصاً وَلَمْ يَكُنْ صَوَاباً لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَاباً وَلَمْ يَكُنْ خَالِصاً لَمْ يُقْبَلْ، حَتَّى يَكُوْنَ خَالِصاً صَوَاباً، وَالْخَالِصُ أَنْ يَكُوْنَ لِلهِ، وَالصَّوَابُ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى السُّنَّةِ.
“Yang dimaksud dengan ahsanu’ amala (amal yang terbaik) adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Karena sebuah amal jika dilakukan dengan ikhlas tapi tidak benar, maka amal itu tidak diterima oleh Allah. Begitu pula sebaliknya, jika amal itu benar tapi tidak ikhlas, juga ditolak oleh Allah swt. Baru diterima jika memenuhi kedua syarat tersebut (ikhlas dan benar).
Yang dimaksud dengan ikhlas adalah semata karena Allah, sedangkan yang dimaksud dengan benar adalah mengikuti sunnah Rasulullah.” (Dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa vol 18/hlm 250).
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَثَلِي وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمًا فَقَالَ رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَيَّ وَإِنِّي أَنَا النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَا النَّجَاءَ فَأَطَاعَتْهُ طَائِفَةٌ فَأَدْلَجُوا عَلَى مَهَلِهِمْ فَنَجَوْا وَكَذَّبَتْهُ طَائِفَةٌ فَصَبَّحَهُمْ الْجَيْشُ فَاجْتَاحَهُمْ)). (رواه البخاري).
Dari Abu Musa r.a. berkata, Rasulullah saw telah bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan risalah yang diberikan Allah kepadaku seperti seorang laki-laki yang mendatangi suatu kaum lalu ia berkata, ‘Aku telah melihat pasukan tentara dengan kedua mataku, kuperingatkan kalian dengan sungguh-sungguh! Segeralah cari selamat (dari keganasan mereka)!’ Lalu sebagian mereka mentaatinya sehingga mereka segera menghindar dari pasukan kejam itu hingga selamat, sedangkan yang lain mendustakannya hingga pasukan itu menemui mereka dan meluluhlantakkan mereka.” (Bukhari)
Kita dapat merasakan dari hadits shahih di atas betapa Rasulullah saw. amat ingin menyelamatkan kita dari bencana dunia dan akhirat dengan syariat dan dakwah yang ia bawa, karena syariat Islam adalah penyelamat bagi kita dari kehinaan dunia dan penderitaan di akhirat.
https://www.facebook.com/notes/sayid-pengelana/manfaat-mengikuti-rasululah-s aw/197853553645390?notif_t=like
http://www.lailahaillallah.com/I_F_A/blog/manfaat-mengikuti-rasululah-saw/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar