19 Januari 2012

SYEIKH DJUMADIL QUBRO salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa.

Berdasarkan fakta sejarah ternyata sebelum Walisanga menyebarkan Islam di bumi Jawa, sudah banyak masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam salah satunya yaitu bukti komplek makam Islam di Situs makam Tralaya Mojokerto. 

Komplek makam Tralaya diyakini keberadaannya sejak tahun 1368 masehi. 

Hal ini berdasarkan batu nisan pertama yang ditemukan di Trawulan yang bertarikh 1290 Saka (1368 Masehi). 

Tidak seperti makam islam pada umumnya, komplek makam Tralaya sangat kental dengan nuansa jawa seperti penggunaan angka tahun dengan huruf sansekerta dan batu nisan yang menyerupai Lingga & Yoni (kepercayaan Hindhu-Budha). Lihatlah, batu nisan ini bertuliskan LAA ILAHA ILLALLAH


Syiar awal agama Islam di Indonesia selalu menarik untuk dikaji. Dalam sejarah awal mula perkembangannya hampir tidak pernah didengar terjadi kontak senjata dengan penduduk asli yang mayoritas beragama Hindu dan Budha, bahkan malah sebaliknya mereka menerimanya dengan hangat, sehingga dengan itu, Islam dapat tersebar dengan mudah dan bahkan tanpa ada sedikitpun perlawanan dari masyarakat setempat khususnya dari pihak kerajaan Majapahit yang pada waktu itu menjadi kerajaan terbesar di Indonesia.


Keterkaitan Walisanga dengan situs makam Tralaya diyakini para sejarawan mempunyai ikatan yang kuat. Dalam kompleks makam Tralaya terdapat makam Putri Champa yang dalam kitab Pararaton dijelaskan sebagai Bibi dari Sunan Ampel. Putri Champa merupakan selir Raja Majapahit yang berasal dari Indo Cina.
 Ditemukan dalam Sejarah , salah satu   penyiar awal agama Islam di Indonesia khususnya di tanah Jawa, yaitu   Syeh Djumadil Qubro.....
 Siapa sebenarnya beliau tersebut? Bagaimana beliau berdakwah dan mengislamkan masyarakat di tanah Jawa? Bagaimana kaitannya sosok beliau ini dengan Wali Songo? Dan mengapa beliau dimakamkan di wilayah yang mana terletak di tengah-tengah pusat kerajaan Majapahit? 
Para peneliti, Ibrahim Muhlis S.Th.I bersama Team peneliti,  melakukan observasi, Sabtu 13 Juli 2009   dan mencari informasi  dengan mendatangi kompleks situs makam Troloyo yang diduga sebagai makam Syeikh Djumadil Qubro.
 Troloyo merupakan suatu situs peninggalan berupa makam-makam Islam kuno yang terletak di wilayah Kelurahan Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Posisi makam ini berada tepat disebuah tempat yang mana dulunya merupakan pusat kerajaan Mojopahit.

Menurut cerita rakyat yang dikumpulkan oleh J. Knebel, Tralaya merupakan tempat peristirahatan bagi kaum saudagar muslim dalam rangka menyebarluaskan agama Islam kepada Prabu Brawijaya V beserta para pengikutnya.
Di hutan Troloyo tersebut lalu dibuatlah petilasan untuk menandai peristiwa itu. Menurut Poerwodarminta, Troloyo berasal dari kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal atau tanah lapang tempat pembuangan bangkai (mayat), sedangkan Pralaya berarti rusak atau mati atau kiamat. Kata setra dan pralaya disingkat menjadai Ralaya.


Sekilas Tentang Syeikh DJUMADIL Qubra
 SYEIKH DJUMADIL QUBRO
Syeikh Djumadil Qubro adalah seorang tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa., bahkan dikatakan beliulah perintis pertamakali penyebaran agama Islam di tanah Jawa. 
Beliau adalah wali tertua di tanah Jawa sebelum Wali Songo. 
Beliau umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, melainkan berasal dari Asia Tengah. 
Menurut data yang kami peroleh hasil wawancara dengan juru kunci makam Troloyo. Beliau tiba di tanah Jawa sekitar abad ke 13 kira-kira tahun 1250 M.
Beliau adalah seorang da’i dari negara Persia yang memang sengaja diutus untuk menyebarkan agama Islam di kepulauan Nusantara khususnya di pulau Jawa. 
Dalam menjalankan amanat ini Beliau tidak sendirian melainkan dibantu oleh rekannya yang juga satu negara dengannya. 
Rekan Syeikh Djumadil Qubro diketahui bernama Syeikh Subakir. Ia mempunyai misi yang berbeda dengan Syeikh Djumadil Qubro. Ia bertugas menumbali tanah jawa yang dikenal masih banyak pagebluk-pagebluknya tepatnya di gunung Tidar Jawa tengah.

Syeikh Djumadil Qubra mempunyai tiga putra, pertama Ali Barakat Jainul Alam mempunyai putra Malik Ibrahim (Gresik), yang kedua adalah Ali Nurul Alam mempunyai putra Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, dan yang terakhir adalah Ibrahim Asmaraqandi. 
Dalam dakwahnya ke tanah Jawa putra bungsunya tersebut juga ikut menyertai Syeikh Djumadil Qubro, yaitu Ibrahim Asmaraqandi.
Ibrahim Asmaraqandi memberanikan diri mengabdi pada raja Kuntoro Binatoro Mojopohit dan diambil menantu dikawinkan dengan putri Condro Dewi Condro Muka.
Pada akhirnya beliau pindah ke Champa dan mempunyai putra Maulana Ishak (ayah Sunan Giri) dan R. Rahmat (Sunan Ampel). Sedangkan Syeikh Djumadil Qubro tetap berdakwah di tanah Jawa sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Troloyo seperti yang dipercaya masyarakat setempat, bahkan haulnya selalu diperingati pada tiap tahunnya. ( http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/riset-sejarah-waliyyullah-sayyid.html)
DAKWAH SYEKH DJUMADIL QUBRO
Syeikh Jumadil Kubro merupakan tokoh kunci proses Islamisasi tanah Jawa yang hidup sebelum walisongo. Seorang penyebar Islam pertama yang mampu menembus dinding kebesaran Kerajaan Majapahit. Syeikh Jumadil Kubro bernama lengkap Syeikh Jamaluddin al-Husain al-Akbar.

Beliau adalah cucu ke-18 Rasulullah Muhammad SAW dari garis Syyidah Fatimah Az Zahrah al-Battul. Ayahnya bernama Syeikh Jalal yang karena kemuliaan akhlaknya mampu meredam pertikaian Raja Campa dengan rakyatnya. Sehingga, Syeikh Jalal diangkat sebagai raja dan penguasa yang memimpin Negara Campa.Syeikh Jamaluddin tumbuh dan berkembang di bawah asuhan ayahnya sendiri. Setelah dewasa, beliau mengembara ke negeri neneknya di Hadramaut. 

Di sana beliau belajar dan mendalami beragam ilmu dari beberapa ulama yang terkenal di zamannya. Bahkan keilmuan yang beliau pelajari meliputi Ilmu Syari’ah dan Tasawwuf, di samping ilmu-ilmu yang lain.

Selanjutnya, beliau melanjutkan pengembaraannya dalam rangka mencari ilmu dan terus beribadah ke Mekkah dan Madinah. Tujuannya adalah mendalami beragam keilmuan, terutama ilmu Islam yang sangat variatif. Setelah sekian lama belajar dari berbagai ulama terkemuka, kemudian beliau pergi menuju Gujarat untuk berdakwah dengan jalur perdagangan. Melalui jaringan perdagangan itulah beliau bergumul dengan ulama lainnya yang juga menyebarkan Islam di Jawa.
 
Kemudian beliau dakwah bersama para ulama’ termasuk para putra-putri dan santrinya menuju tanah Jawa. Mereka menggunakan tiga kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok dakwah. Kelompok pertama dipimpin Syeikh Jumadil Kubro memasuki tanah Jawa melalui Semarang dan singgah beberapa waktu di Demak. Selanjutnya perjalanan menuju Majapahit dan berdiam di sebuah desa kecil bernama Trowulan yang berada di dekat kerajaan Majapahit. Kemudian jamaah tersebut membangun sejumlah padepokan untuk mendidik dan mengajarkan beragam ilmu kepada siapa saja yang  hendak mendalami ilmu keislaman.

Kelompok kedua, terdapat cucunya yang bernama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu saudaranya yakni MalikIbrahim menuju kota Gresik. Dan kelompok ketiga adalah jamaah yang dipimpin putranya yakni al-Imam al-Qutb Sayyid Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban. 

Namanya masyhur dengan sebutan “Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserba jelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya).

 Perjalanan dakwah Syeikh Jumadil Kubro berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk). Bermula dari usul yang diajukan Syeikh Jumadil Kubro kepada penguasa Islam di Turki (Sultan Muhammad I) untuk menyebarkan Agama Islam si wilayah Kerajaan Majapahit.

Pada saat itu wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh Agama Hindu di samping keyakinan masyarakat pada arwah leluhur dan benda-benda suci. Keberadaannya di tanah Majapahit hingga ajal menjelang menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro untuk menegakkan Agama Islam melawan penguasa Majapahit sangatlah besar.

Karena pengaruh beliau dalam memberikan pencerahan bekehidupan yang berperadaban, Syeikh Jumadil Kubro dikenal dekat dengan pejabat Kerajaan Majapahit. Cara dakwah yang pelan tapi pasti, menjadikan beliau amat disegani. Tak heran, bila pemakaman beliau berada di antara beberapa pejabat kerajaan di antaranya adalah makam Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunana Ngudung (ayah Sunan Kudus), dan beberapa patih dan senopati yang dimakamkan bersamanya.

Lokasi kompleks makam ini berdekatan dengan Pendopo Agung Majapahit dan Pusat Informasi Majapahit yang pembangunannya menuai kontroversi. Hal itu karena proses pembangunannya diindikasikan merusak situs-situs peninggalan Majapahit yang diyakini hingga kini masih terkubur di dalam tanah kawasan Trowulan. Sekali dayung, maka semua tujuan napak tilas sejarah Majapahit bisa terpenuhi.
 (http://www.jelajahbudaya.com/kabar-budaya/kilas-sejarah-syeikh-jumadil-kubro.html)


MAKAM SYEIKH DJUMADIL QUBRO DI TROLOYO

 Tempat Waliyyullah Sayyid Djumadil Qubro di makamkan

Keberadaan makam Troloyo sangatlah fenomenal dan menuai kontroversial, karena terletak di pusat kerajaan Mojopahit yang mayoritas penduduknya adalah beragama Hindu dan Budha.

 Sedangkan kompleks makam Troloyo sendiri adalah kompleks makam orang-orang muslim. Dan salah salah satu yang dipercayai terdapat pada kompleks makam tersebut adalah Syeh Djumadil Qubro.

Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa makam Syeikh Djumadil Qubro terdapat di beberapa tempat yakni di Semarang, Trowulan, dan di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta, bahkan ada yang mengatakan berada di madinah. Sampai sekarangpun belum diketahui secara jelas mana yang betul-betul merupakan makam beliau.

Pendapat ini muncul karena minimnya peninggalan-peninggalan bukti-bukti sejarah tentang dimakamkannya Syeikh Djumadil Qubro di Troloyo, karena mengingat bahwa letak makam ini berada persis di tengah pusat kerajaan Majapahit sehingga diduga makam ini bukan milik Syeikh Djumadil Qubro dan pengikut-pengikutnya melainkan sebuah tempat dimakamkannya keluarga kerajaan Majapahit. 

Yang jelas berdasarkan data yang kami peroleh tidak ada bukti-bukti otentik yang bisa dijadikan rujukan tentang kebenaran makam Troloyo sebagai makam Syeikh Djumadil Qubro selain cerita turun temurun tentang kebenaran tersebut. 

Hal ini dikarenakan satu-satunya bukti peninggalannya yang berupa batu nisan pada makam yang diyakini sebagai makam Syeh Djumadil Qubro dan makam tujuh yang salah satunya diyakini adalah makam beliau tidak mengindikasikan siapa sebenarnya dibalik batu nisan tersebut.

Pada batu-batu nisan tersebut hanya bertuliskan kalimat syahadat Laa ilaha illallah (lihat pada gambar di atas, batu nisan yang terdapat pada makam yang dipercaya sebagai makam Syeh Djumadil Qubro). Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa makam tersebut bukanlah makam Syeh Djumadil Qubro akan tetapi hanya makam para kerabat kerajaan yang sudah memeluk Islam dan masyarakat setempat meyakininya sebagai makam Syeh Djumadil Qubro.

Hal yang serupa tidak hanya terdapat pada makam yang diyakini sebagai makam Syeh Djumadil Qubro akan tetapi terdapat pada batu-batu nisan yang berada pada kompleks yang sama seperti yang terdapat pada batu nisan makam yang berada di sebelah tenggara makam Syeh Djumadil Qubro dan kompleks makam tujuh (lihat gambar di bawah).


Batu nisan yang berada di sebelah tenggara makam Syeh Djumadil Qubro
Dan diyakini sebagai murid-murid beliau.

Makam tujuh yang yang diyakini salah satunya sebagai makam Syeh Djumadil Qubroi. Terletalk di salah satu sudut komplek makam Troloyo.

Peninggalan sejarah di atas merupakan bukti bahwa dulu area ini memang dijadikan sebagai komplek pemakaman kaum muslim pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut keterangan yang kami peroleh dari sang juru kunci bahwa konon tempat ini merupakan sebuah makam khusus umat muslim terutama pengikut-pengikut Syeikh Djumadil Qubro. 

Hal ini merupakan salah satu dari strategi syiar Islam Syeh Djumadil Qubro yang pada saat itu masih kecil dan belum kuat kuat. Sedangkan pada saat itu kerajaan Majapahit sedang dalam masa kejayaannya. 

Alasan ini cukup logis, karena dengan adanya makam muslim di tengah-tengah pusat kebudayaan Mojopahit yang mayoritas adalah penganut agama Hindu dan Budha, menunjukkan bahwa Islam pernah memijakkan kaki dan memperlihatkan simbolnya. 

Dan seandainya kaum muslim yang wafat pada waktu itu tidak dikumpulkan pemakamannya, terpencar di berbagai tempat maka tidak akan pernah memperlihatkan simbol bahwa umat Islam pernah berkembang dan bahkan berada di tengah-tengah pusat peradaban Mojopahit yang terkenal sabagai kerajaan basar yang pernah menguasai Nusantara. (http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/riset-sejarah-waliyyullah-sayyid.html)

PENUTUP
 Dari berbagai data yang diperoleh tersebut, kami memperoleh gambaran tentang sosok Syeh Djumadil Qubro bahwa beliau bukan sekadar tokoh fiktif yang melegenda tapi dibenarkan adanya dan diketahui silsilah keturunannya. 

Anak cucu beliaulah yang melanjutkan misinya menyebarkan Islam, yaitu dari putranya Ibrahim Asmaraqandi yang kawin dengan putri Condro Dewi Condro Muka menurunkan Sunan Ampel dan Sunan Giri anggota dari wali songo di tanah Jawa.

Syeh Djumadil Qubro diyakini dan dimakamkan di kompleks makam Troloyo. Namun demikian tidak ada data-data dan peninggalan sejarah yang mendukung kebenaran tersebut kecuali hanya berdasarkan cerita turun-temurun terutama yang kami dapatkan dari tokoh sekaligus juru kunci makam Syeh Djumadil Qubro di Troloyo, bahkan batu nisan yang ada hanya bertuliskan kalimat syahadat La ilaha illallah tidak mengidentifikasikan siapa dibalik batu nisan tersebut.

Hal ini memunculkan keragu-raguan karena dalam satu kompleks makam ada dua makam yang dipercaya sebagai makam beliau, pertama yang di makam utama Syeh Djumadil Qubro dan yang kedua adalah salah satu makam dari makam tujuh. 

Dan lagi, tentang sosok dan keberadaan makam Syeh Djumadil Qubro tidak hanya ada dan melegenda pada masyarakat Trowulan, akan tetapi keberadaan makam beliau diyakini berada di banyak tempat seperti di Yogyakarta, ada pula yang meyakininya di Bugis dan bahkan di Madinah.

Pada akhirnya tentang kebenaran tersebut sekali lagi wallahu a’lam, tidak ada yang menunjukkan dan didukung oleh bukti-bukti yang menguatkannya. 

Akan tetapi mengenai keberadaan sosok dan kiprah beliau sebagai salah satu penyiar agama Islam patut kita pertimbangkan kebenarannya....

maka kita selayaknyalah meneruskan perjuangan Beliau dalam berda'wah...terutama di masa globalosasi ini, dimana Umat Islam dilanda Krisis Iman......

Salam Ukhwah selalu dan satukan Persaudaraan Islam jangan terpecah belah...Barokallahu Fiikum

Wallau a'lam bish showwab




Tidak ada komentar:

Posting Komentar