Berdasarkan fakta sejarah ternyata sebelum Walisanga
menyebarkan Islam di bumi Jawa, sudah banyak masyarakat Jawa yang
memeluk agama Islam salah satunya yaitu bukti komplek makam Islam di
Situs makam Tralaya Mojokerto.
Komplek makam Tralaya diyakini keberadaannya sejak tahun 1368 masehi.
Hal ini berdasarkan batu nisan pertama yang ditemukan di Trawulan yang bertarikh 1290 Saka (1368 Masehi).
Tidak seperti makam islam pada umumnya, komplek makam Tralaya sangat kental dengan nuansa jawa seperti penggunaan angka tahun dengan huruf sansekerta dan batu nisan yang menyerupai Lingga & Yoni (kepercayaan Hindhu-Budha). Lihatlah, batu nisan ini bertuliskan LAA ILAHA ILLALLAH
Syiar awal agama Islam di Indonesia selalu menarik untuk dikaji. Dalam sejarah awal mula perkembangannya hampir tidak pernah didengar terjadi kontak senjata dengan penduduk asli yang mayoritas beragama Hindu dan Budha, bahkan malah sebaliknya mereka menerimanya dengan hangat, sehingga dengan itu, Islam dapat tersebar dengan mudah dan bahkan tanpa ada sedikitpun perlawanan dari masyarakat setempat khususnya dari pihak kerajaan Majapahit yang pada waktu itu menjadi kerajaan terbesar di Indonesia.
Menurut cerita rakyat yang dikumpulkan oleh J. Knebel, Tralaya merupakan tempat peristirahatan bagi kaum saudagar muslim dalam rangka menyebarluaskan agama Islam kepada Prabu Brawijaya V beserta para pengikutnya.
Syeikh Djumadil Qubra mempunyai tiga putra, pertama Ali Barakat Jainul Alam mempunyai putra Malik Ibrahim (Gresik), yang kedua adalah Ali Nurul Alam mempunyai putra Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, dan yang terakhir adalah Ibrahim Asmaraqandi.
Keberadaan makam Troloyo sangatlah fenomenal dan menuai kontroversial, karena terletak di pusat kerajaan Mojopahit yang mayoritas penduduknya adalah beragama Hindu dan Budha.
Pendapat ini muncul karena minimnya peninggalan-peninggalan bukti-bukti sejarah tentang dimakamkannya Syeikh Djumadil Qubro di Troloyo, karena mengingat bahwa letak makam ini berada persis di tengah pusat kerajaan Majapahit sehingga diduga makam ini bukan milik Syeikh Djumadil Qubro dan pengikut-pengikutnya melainkan sebuah tempat dimakamkannya keluarga kerajaan Majapahit.
Pada batu-batu nisan tersebut hanya bertuliskan kalimat syahadat Laa ilaha illallah (lihat pada gambar di atas, batu nisan yang terdapat pada makam yang dipercaya sebagai makam Syeh Djumadil Qubro). Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa makam tersebut bukanlah makam Syeh Djumadil Qubro akan tetapi hanya makam para kerabat kerajaan yang sudah memeluk Islam dan masyarakat setempat meyakininya sebagai makam Syeh Djumadil Qubro.
Hal yang serupa tidak hanya terdapat pada makam yang diyakini sebagai makam Syeh Djumadil Qubro akan tetapi terdapat pada batu-batu nisan yang berada pada kompleks yang sama seperti yang terdapat pada batu nisan makam yang berada di sebelah tenggara makam Syeh Djumadil Qubro dan kompleks makam tujuh (lihat gambar di bawah).
Batu nisan yang berada di sebelah tenggara makam Syeh Djumadil Qubro
Dan diyakini sebagai murid-murid beliau.
Makam tujuh yang yang diyakini salah satunya sebagai makam Syeh Djumadil Qubroi. Terletalk di salah satu sudut komplek makam Troloyo.
Peninggalan sejarah di atas merupakan bukti bahwa dulu area ini memang dijadikan sebagai komplek pemakaman kaum muslim pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut keterangan yang kami peroleh dari sang juru kunci bahwa konon tempat ini merupakan sebuah makam khusus umat muslim terutama pengikut-pengikut Syeikh Djumadil Qubro.
Syeh Djumadil Qubro diyakini dan dimakamkan di kompleks makam Troloyo. Namun demikian tidak ada data-data dan peninggalan sejarah yang mendukung kebenaran tersebut kecuali hanya berdasarkan cerita turun-temurun terutama yang kami dapatkan dari tokoh sekaligus juru kunci makam Syeh Djumadil Qubro di Troloyo, bahkan batu nisan yang ada hanya bertuliskan kalimat syahadat La ilaha illallah tidak mengidentifikasikan siapa dibalik batu nisan tersebut.
Komplek makam Tralaya diyakini keberadaannya sejak tahun 1368 masehi.
Hal ini berdasarkan batu nisan pertama yang ditemukan di Trawulan yang bertarikh 1290 Saka (1368 Masehi).
Tidak seperti makam islam pada umumnya, komplek makam Tralaya sangat kental dengan nuansa jawa seperti penggunaan angka tahun dengan huruf sansekerta dan batu nisan yang menyerupai Lingga & Yoni (kepercayaan Hindhu-Budha). Lihatlah, batu nisan ini bertuliskan LAA ILAHA ILLALLAH
Syiar awal agama Islam di Indonesia selalu menarik untuk dikaji. Dalam sejarah awal mula perkembangannya hampir tidak pernah didengar terjadi kontak senjata dengan penduduk asli yang mayoritas beragama Hindu dan Budha, bahkan malah sebaliknya mereka menerimanya dengan hangat, sehingga dengan itu, Islam dapat tersebar dengan mudah dan bahkan tanpa ada sedikitpun perlawanan dari masyarakat setempat khususnya dari pihak kerajaan Majapahit yang pada waktu itu menjadi kerajaan terbesar di Indonesia.
Keterkaitan
Walisanga dengan situs makam Tralaya diyakini para sejarawan mempunyai
ikatan yang kuat. Dalam kompleks makam Tralaya terdapat makam Putri
Champa yang dalam kitab Pararaton dijelaskan sebagai Bibi dari Sunan Ampel. Putri Champa merupakan selir Raja Majapahit yang berasal dari Indo Cina.
Ditemukan dalam Sejarah , salah satu penyiar awal agama Islam di Indonesia khususnya di tanah Jawa, yaitu Syeh Djumadil Qubro.....
Siapa sebenarnya beliau tersebut? Bagaimana beliau berdakwah dan
mengislamkan masyarakat di tanah Jawa? Bagaimana kaitannya sosok beliau
ini dengan Wali Songo? Dan mengapa beliau dimakamkan di wilayah yang
mana terletak di tengah-tengah pusat kerajaan Majapahit?
Para peneliti, Ibrahim Muhlis S.Th.I bersama Team peneliti, melakukan observasi, Sabtu 13 Juli 2009 dan mencari informasi dengan mendatangi kompleks situs makam Troloyo yang diduga sebagai makam Syeikh Djumadil Qubro.
Troloyo merupakan suatu situs peninggalan berupa makam-makam Islam kuno
yang terletak di wilayah Kelurahan Sentonorejo, Kecamatan Trowulan,
Kabupaten Mojokerto. Posisi makam ini berada tepat disebuah tempat yang
mana dulunya merupakan pusat kerajaan Mojopahit.
Menurut cerita rakyat yang dikumpulkan oleh J. Knebel, Tralaya merupakan tempat peristirahatan bagi kaum saudagar muslim dalam rangka menyebarluaskan agama Islam kepada Prabu Brawijaya V beserta para pengikutnya.
Di hutan Troloyo tersebut lalu dibuatlah petilasan untuk
menandai peristiwa itu. Menurut Poerwodarminta, Troloyo berasal dari
kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal atau tanah lapang tempat
pembuangan bangkai (mayat), sedangkan Pralaya berarti rusak atau mati
atau kiamat. Kata setra dan pralaya disingkat menjadai Ralaya.
Sekilas Tentang Syeikh DJUMADIL Qubra
SYEIKH DJUMADIL QUBRO
Syeikh Djumadil Qubro adalah seorang tokoh yang sering disebutkan dalam
berbagai cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di
tanah Jawa., bahkan dikatakan beliulah perintis pertamakali penyebaran
agama Islam di tanah Jawa.
Beliau adalah wali tertua di tanah Jawa
sebelum Wali Songo.
Beliau umumnya dianggap bukan keturunan Jawa,
melainkan berasal dari Asia Tengah.
Menurut data yang kami peroleh hasil
wawancara dengan juru kunci makam Troloyo. Beliau tiba di tanah Jawa
sekitar abad ke 13 kira-kira tahun 1250 M.
Beliau adalah seorang da’i
dari negara Persia yang memang sengaja diutus untuk menyebarkan agama
Islam di kepulauan Nusantara khususnya di pulau Jawa.
Dalam menjalankan
amanat ini Beliau tidak sendirian melainkan dibantu oleh rekannya yang
juga satu negara dengannya.
Rekan Syeikh Djumadil Qubro diketahui
bernama Syeikh Subakir. Ia mempunyai misi yang berbeda dengan Syeikh
Djumadil Qubro. Ia bertugas menumbali tanah jawa yang dikenal masih
banyak pagebluk-pagebluknya tepatnya di gunung Tidar Jawa tengah.
Syeikh Djumadil Qubra mempunyai tiga putra, pertama Ali Barakat Jainul Alam mempunyai putra Malik Ibrahim (Gresik), yang kedua adalah Ali Nurul Alam mempunyai putra Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati, dan yang terakhir adalah Ibrahim Asmaraqandi.
Dalam dakwahnya ke tanah Jawa putra
bungsunya tersebut juga ikut menyertai Syeikh Djumadil Qubro, yaitu
Ibrahim Asmaraqandi.
Ibrahim Asmaraqandi memberanikan diri mengabdi pada
raja Kuntoro Binatoro Mojopohit dan diambil menantu dikawinkan dengan
putri Condro Dewi Condro Muka.
Pada akhirnya beliau pindah ke Champa dan
mempunyai putra Maulana Ishak (ayah Sunan Giri) dan R. Rahmat (Sunan
Ampel). Sedangkan Syeikh Djumadil Qubro tetap berdakwah di tanah Jawa
sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Troloyo seperti yang dipercaya
masyarakat setempat, bahkan haulnya selalu diperingati pada tiap
tahunnya. ( http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/riset-sejarah-waliyyullah-sayyid.html)
DAKWAH SYEKH DJUMADIL QUBRO
Syeikh Jumadil Kubro merupakan tokoh
kunci proses Islamisasi tanah Jawa yang hidup sebelum walisongo. Seorang
penyebar Islam pertama yang mampu menembus dinding kebesaran Kerajaan
Majapahit. Syeikh Jumadil Kubro bernama lengkap Syeikh Jamaluddin
al-Husain al-Akbar.
Beliau adalah cucu ke-18 Rasulullah Muhammad SAW
dari garis Syyidah Fatimah Az Zahrah al-Battul. Ayahnya bernama Syeikh
Jalal yang karena kemuliaan akhlaknya mampu meredam pertikaian Raja
Campa dengan rakyatnya. Sehingga, Syeikh Jalal diangkat sebagai raja dan
penguasa yang memimpin Negara Campa.Syeikh Jamaluddin tumbuh dan
berkembang di bawah asuhan ayahnya sendiri. Setelah dewasa, beliau
mengembara ke negeri neneknya di Hadramaut.
Di sana beliau belajar dan
mendalami beragam ilmu dari beberapa ulama yang terkenal di zamannya.
Bahkan keilmuan yang beliau pelajari meliputi Ilmu Syari’ah dan
Tasawwuf, di samping ilmu-ilmu yang lain.
Selanjutnya, beliau melanjutkan
pengembaraannya dalam rangka mencari ilmu dan terus beribadah ke Mekkah
dan Madinah. Tujuannya adalah mendalami beragam keilmuan, terutama ilmu
Islam yang sangat variatif. Setelah sekian lama belajar dari berbagai
ulama terkemuka, kemudian beliau pergi menuju Gujarat untuk berdakwah
dengan jalur perdagangan. Melalui jaringan perdagangan itulah beliau
bergumul dengan ulama lainnya yang juga menyebarkan Islam di Jawa.
Kemudian beliau dakwah bersama para
ulama’ termasuk para putra-putri dan santrinya menuju tanah Jawa. Mereka
menggunakan tiga kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok
dakwah. Kelompok pertama dipimpin Syeikh Jumadil Kubro memasuki tanah
Jawa melalui Semarang dan singgah beberapa waktu di Demak. Selanjutnya
perjalanan menuju Majapahit dan berdiam di sebuah desa kecil bernama
Trowulan yang berada di dekat kerajaan Majapahit. Kemudian jamaah
tersebut membangun sejumlah padepokan untuk mendidik dan mengajarkan
beragam ilmu kepada siapa saja yang hendak mendalami ilmu keislaman.
Kelompok kedua, terdapat cucunya yang
bernama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu
saudaranya yakni MalikIbrahim menuju kota Gresik. Dan kelompok ketiga
adalah jamaah yang dipimpin putranya yakni al-Imam al-Qutb Sayyid
Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban.
Namanya masyhur dengan sebutan
“Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserba jelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya).
Perjalanan dakwah Syeikh Jumadil Kubro
berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram
797 H. diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja
Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk). Bermula
dari usul yang diajukan Syeikh Jumadil Kubro kepada penguasa Islam di
Turki (Sultan Muhammad I) untuk menyebarkan Agama Islam si wilayah
Kerajaan Majapahit.
Pada saat itu wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh
Agama Hindu di samping keyakinan masyarakat pada arwah leluhur dan
benda-benda suci. Keberadaannya di tanah Majapahit hingga ajal menjelang
menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro untuk menegakkan Agama
Islam melawan penguasa Majapahit sangatlah besar.
Karena pengaruh beliau dalam memberikan
pencerahan bekehidupan yang berperadaban, Syeikh Jumadil Kubro dikenal
dekat dengan pejabat Kerajaan Majapahit. Cara dakwah yang pelan tapi
pasti, menjadikan beliau amat disegani. Tak heran, bila pemakaman beliau
berada di antara beberapa pejabat kerajaan di antaranya adalah makam
Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunana Ngudung
(ayah Sunan Kudus), dan beberapa patih dan senopati yang dimakamkan
bersamanya.
Lokasi kompleks makam ini berdekatan
dengan Pendopo Agung Majapahit dan Pusat Informasi Majapahit yang
pembangunannya menuai kontroversi. Hal itu karena proses pembangunannya
diindikasikan merusak situs-situs peninggalan Majapahit yang diyakini
hingga kini masih terkubur di dalam tanah kawasan Trowulan. Sekali
dayung, maka semua tujuan napak tilas sejarah Majapahit bisa terpenuhi.
(http://www.jelajahbudaya.com/kabar-budaya/kilas-sejarah-syeikh-jumadil-kubro.html)
MAKAM SYEIKH DJUMADIL QUBRO DI TROLOYO
Tempat Waliyyullah Sayyid Djumadil Qubro di makamkan
Keberadaan makam Troloyo sangatlah fenomenal dan menuai kontroversial, karena terletak di pusat kerajaan Mojopahit yang mayoritas penduduknya adalah beragama Hindu dan Budha.
Sedangkan kompleks makam Troloyo
sendiri adalah kompleks makam orang-orang muslim. Dan salah salah satu
yang dipercayai terdapat pada kompleks makam tersebut adalah Syeh
Djumadil Qubro.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa makam Syeikh
Djumadil Qubro terdapat di beberapa tempat yakni di Semarang, Trowulan,
dan di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta, bahkan ada yang
mengatakan berada di madinah. Sampai sekarangpun belum diketahui secara
jelas mana yang betul-betul merupakan makam beliau.
Pendapat ini muncul karena minimnya peninggalan-peninggalan bukti-bukti sejarah tentang dimakamkannya Syeikh Djumadil Qubro di Troloyo, karena mengingat bahwa letak makam ini berada persis di tengah pusat kerajaan Majapahit sehingga diduga makam ini bukan milik Syeikh Djumadil Qubro dan pengikut-pengikutnya melainkan sebuah tempat dimakamkannya keluarga kerajaan Majapahit.
Yang jelas berdasarkan data yang kami peroleh tidak
ada bukti-bukti otentik yang bisa dijadikan rujukan tentang kebenaran
makam Troloyo sebagai makam Syeikh Djumadil Qubro selain cerita turun
temurun tentang kebenaran tersebut.
Hal ini dikarenakan satu-satunya
bukti peninggalannya yang berupa batu nisan pada makam yang diyakini
sebagai makam Syeh Djumadil Qubro dan makam tujuh yang salah satunya
diyakini adalah makam beliau tidak mengindikasikan siapa sebenarnya
dibalik batu nisan tersebut.
Pada batu-batu nisan tersebut hanya bertuliskan kalimat syahadat Laa ilaha illallah (lihat pada gambar di atas, batu nisan yang terdapat pada makam yang dipercaya sebagai makam Syeh Djumadil Qubro). Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa makam tersebut bukanlah makam Syeh Djumadil Qubro akan tetapi hanya makam para kerabat kerajaan yang sudah memeluk Islam dan masyarakat setempat meyakininya sebagai makam Syeh Djumadil Qubro.
Hal yang serupa tidak hanya terdapat pada makam yang diyakini sebagai makam Syeh Djumadil Qubro akan tetapi terdapat pada batu-batu nisan yang berada pada kompleks yang sama seperti yang terdapat pada batu nisan makam yang berada di sebelah tenggara makam Syeh Djumadil Qubro dan kompleks makam tujuh (lihat gambar di bawah).
Batu nisan yang berada di sebelah tenggara makam Syeh Djumadil Qubro
Dan diyakini sebagai murid-murid beliau.
Makam tujuh yang yang diyakini salah satunya sebagai makam Syeh Djumadil Qubroi. Terletalk di salah satu sudut komplek makam Troloyo.
Peninggalan sejarah di atas merupakan bukti bahwa dulu area ini memang dijadikan sebagai komplek pemakaman kaum muslim pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut keterangan yang kami peroleh dari sang juru kunci bahwa konon tempat ini merupakan sebuah makam khusus umat muslim terutama pengikut-pengikut Syeikh Djumadil Qubro.
Hal ini merupakan
salah satu dari strategi syiar Islam Syeh Djumadil Qubro yang pada saat
itu masih kecil dan belum kuat kuat. Sedangkan pada saat itu kerajaan
Majapahit sedang dalam masa kejayaannya.
Alasan ini cukup logis, karena
dengan adanya makam muslim di tengah-tengah pusat kebudayaan Mojopahit
yang mayoritas adalah penganut agama Hindu dan Budha, menunjukkan bahwa
Islam pernah memijakkan kaki dan memperlihatkan simbolnya.
Dan
seandainya kaum muslim yang wafat pada waktu itu tidak dikumpulkan
pemakamannya, terpencar di berbagai tempat maka tidak akan pernah
memperlihatkan simbol bahwa umat Islam pernah berkembang dan bahkan
berada di tengah-tengah pusat peradaban Mojopahit yang terkenal sabagai
kerajaan basar yang pernah menguasai Nusantara. (http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/riset-sejarah-waliyyullah-sayyid.html)
PENUTUP
Dari berbagai data yang diperoleh tersebut, kami memperoleh gambaran
tentang sosok Syeh Djumadil Qubro bahwa beliau bukan sekadar tokoh
fiktif yang melegenda tapi dibenarkan adanya dan diketahui silsilah
keturunannya.
Anak cucu beliaulah yang melanjutkan misinya menyebarkan
Islam, yaitu dari putranya Ibrahim Asmaraqandi yang kawin dengan putri
Condro Dewi Condro Muka menurunkan Sunan Ampel dan Sunan Giri anggota
dari wali songo di tanah Jawa.
Syeh Djumadil Qubro diyakini dan dimakamkan di kompleks makam Troloyo. Namun demikian tidak ada data-data dan peninggalan sejarah yang mendukung kebenaran tersebut kecuali hanya berdasarkan cerita turun-temurun terutama yang kami dapatkan dari tokoh sekaligus juru kunci makam Syeh Djumadil Qubro di Troloyo, bahkan batu nisan yang ada hanya bertuliskan kalimat syahadat La ilaha illallah tidak mengidentifikasikan siapa dibalik batu nisan tersebut.
Hal ini
memunculkan keragu-raguan karena dalam satu kompleks makam ada dua makam
yang dipercaya sebagai makam beliau, pertama yang di makam utama Syeh
Djumadil Qubro dan yang kedua adalah salah satu makam dari makam tujuh.
Dan lagi, tentang sosok dan keberadaan makam Syeh Djumadil Qubro tidak
hanya ada dan melegenda pada masyarakat Trowulan, akan tetapi keberadaan
makam beliau diyakini berada di banyak tempat seperti di Yogyakarta,
ada pula yang meyakininya di Bugis dan bahkan di Madinah.
Pada akhirnya
tentang kebenaran tersebut sekali lagi wallahu a’lam, tidak ada yang
menunjukkan dan didukung oleh bukti-bukti yang menguatkannya.
Akan
tetapi mengenai keberadaan sosok dan kiprah beliau sebagai salah satu
penyiar agama Islam patut kita pertimbangkan kebenarannya....
maka kita selayaknyalah meneruskan perjuangan Beliau dalam berda'wah...terutama di masa globalosasi ini, dimana Umat Islam dilanda Krisis Iman......
Salam Ukhwah selalu dan satukan Persaudaraan Islam jangan terpecah belah...Barokallahu Fiikum
Wallau a'lam bish showwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar