14 September 2009

RAUDHAT AL-QULUB



"Jadilah kalian di dunia ini, seperti seorang asing atau penyeberang jalan."
(HR Bukhari)

 "Bagi orang mu'min, rumah sesungguhnya adalah surga (jannah),sebab Adam a.s. bermula sebagai penghuni surga dan bakal kembali ke surga. Karena itu, seorang mu'min hendaknya tidak menjadikan dunia ini sebagai rumah yang sesungguhnya dan hendaknya hidup di dunia ini bagai seorang musafir asing. Kita harus berhati-hati dan bersungguh-sungguh menempuh perjalanan safar karena harus kembali ke rumah dengan selamat."

Di sinilah letak urgensi kalbu (hati) manusia agar selalu mengawasi keseluruhan diri untuk tidak bergeser dalam perjalanan menuju rumah yang sesungguhnya. Kalbu yang sehat-selamat akan menjadi garda bagi seseorang dari kemungkinan penyimpangan arah perjalanan hidup, bahkan lebih dari itu akan mengantarkan kepada kebahagiaan yang hakiki.

"Janganlah Engkau hinakan aku (Ya Allah) pada hari mereka dibangkitkan, yaitu hari di mana tidak bermanfaat harta kekayaan maupun anak keturunan kecuali orang-orang yang menghadap kepada Allah dengan hati yang selamat-bersih." (Asy-Syu'ara : 87 - 89).

Raudhat al-Qulub
Taman bunga adalah tempat bersemainya warna-warni bunga yang enak dipandang dan dinikmati, bahkan menjadi buah-buahan yang banyak menfaatnya.

Taman hati artinya taman tempat bersemainya hati manusia menjadi sejuk dan bercahaya, tenang dan ceria, bahkan berbuah perilaku yang terhormat dan amalan-amalan yang bukan saja berdaya guna untuk dirinya, tetapi juga untuk yang lainnya.

Sahabat Nabi 'Abdullah bin Mas'ud berkata,  : "Cari hatimu di tiga tempat (taman) : Pada saat mendengarkan Qur'an, pada saat berada di majlis-majlis dzikir, dan pada saat sedang menyendiri. Kalau kamu tidak mendapatkan hatimu sendiri di tiga tempat (taman) itu, maka segera mohonlah kepada Allah Ta'ala hati yang lain (yang hidup), karena sesungguhnya ketika itu kamu tidak mempunyai hati lagi."

Tanpa mengenyampingkan taman-taman yang lain, baik kiranya dikaji dan difahami ketiga taman yang disebutkan sahabat Nabi itu, sebagai orang yang sangat berkompeten menerjemahkan sosok, keseharian, dan ajaran Nabi Muhammad s.a.w.

1. Membaca dan Menghayati Qur'an
Qur'an adalah petunjuk Allah bagi manusia, yang berlaku abadi dan tidak pernah mengalami perubahan sedikitpun. Membaca dan menghayatinya memberikan makna dan nilai yang amat besar, antara lain :
  • Sebagai satu bentuk ibadah kepada Allah s.w.t. Qur'an adalah satu kitab yang membacanya saja sudah merupakan ibadah, memenuhi perintah Allah s.w.t.  Inilah bentuk apresiasi yang paling elementer terhadap Qur'an. Tilawah Qur'an, karenanya, juga menjadi salah satu ciri pokok sebuah komunitas muslim. Banyak Hadits Nabi yang mendorong setiap mu'min untuk gemar dan sering tilawah Qur'an.
  • Sebagai satu upaya penyucian hati. Qur'an adalah obat hati dari berbagai jenis penyakit hati, pembawa rahmat bagi orang beriman (Yunus : 57, al-Isra' :82)
  • Sebagai upaya mengokohkan iman. Membaca Qur'an berarti membaca Kalamullah, menyebut-nyebut asma Allah dan sifat-Nya, menghayati kebesaran dan keagunganNya, yang pada gilirannya semua ini akan bisa memperkokoh iman seseorang. (al-Anfal : 2).
  • Sebagai upaya meluruskan pola pikir. Qur'an adalah sebuah kitab yang kebenarannya serba pasti. Akal pikiran manusia menjadi baik dan lurus kalau selalu dalam bimbingan Qur'an (al-An'am : 115-116, al-Israa' : 9).
  • Sebagai upaya mengenali manhaj (sistem) Allah yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta di mana manusia sebagai unsur utamanya, menjadi standar baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram (al-Baqarah : 185, an-Nahl :89).
Sesungguhnya makna dan nilai di atas telah terangkum dalam sebuah Hadits Rasulullah s.a.w. yang menyatakan :

"Sesungguhnya Allah Ta'ala mengangkat derajat sejumlah kaum dengan kitab Qur'an ini, dan merendahkan derajat kaum yang lain dengannya pula." (HR Muslim dari Umar bin Khaththab).

2. Majlis-Majlis Dzikir
Taman hati yang lain adalah majlis-majlis dzikir, majlis-majlis ta'lim, di mana seseorang berada di tengah kebersamaan jama'ah dan mendapatkan nuansa dan semangat taqarrub ilallah. Terlebih lagi jika Qur'anlah yang menjadi hidangan utama majlis-majlis itu. Tentang ini Rasulullah s.a.w. bersabda :

"Tidaklah satu kaum berkumpul di salah satu rumah (masjid) Allah, mereka membaca Qur'an dan mempelajarinya, kecuali turun (Allah turunkan) kepada mereka sakinah (ketenangan hati) dan bercurahan kepada mereka rahmat (kasih sayang Allah) dan para malaikat mengayomi mereka dan Allah menyebutnya termasuk orang-orang yang berhak di sisi-Nya." (HR Muslim).

Dalam taman ini, seseorang bisa menghidup-suburkan hatinya melalui berbagai media, antara lain :
  • Forum-forum kajian.
  • Bergaul dengan orang-orang saleh.
  • Nasihat-menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
  • Tukar-menukar pengalaman kejiwaan dan keagamaan.

3. Saat-saat Menyendiri
Berbeda dengan taman yang kedua di mana seseorang berada di tengah keramaian orang, taman yang ketiga ini, justru pada saat seseorang sedang menyendiri, terpisah dari orang lain atau sekurangnya jauh dari orang yang dikenal dan mengenali dirinya - walaupun tetap di tengah orang banyak. Ketika itu seseorang bisa menyuburkan hatinya antara lain dengan
  • Dzikir dan Istighfar. Memperbanyak tasbih, tahmid dan tahlil, mengucapkan berbagai dzikir dan do'a yang diwariskan Rasulullah s.a.w. dan para sahabat setianya, serta senantiasa memohon ampunan kepada Allah Ta'ala. Rasulullah s.a.w. mencitrakan ummatnya dengan dzikrullah ini, manakala bersabda : "Lisan ummatku senantiasa basah dengan dzikir kepada Allah." (HR Tirmidzi).
  • Mawas Diri: Melaksanakan mawas diri (introspeksi) atas apa yang sudah dan sedang dilakukan dalam konteks perjalanan menuju kampung akhirat (al-Hasyr : 18). Sikap mu'min yang baik dalam melakukan amal saleh dan merasa sudah terlalu besar melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Sahabat 'Umar bin Khaththab menghasung kaum muslimin untuk selalu melakukan muhasabah ini. 'Umar r.a. berkata : "Hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung dan timbanglah dirimu sebelum ditimbang." (HR Bukhari).
  • Salat Malam: Salat malam atau tahajjud bukan salat wajib melainkan salat nafilah/sunnah, tetapi ia mempunyai dampak positif yang sangat besar bagi penyucian hati seorang mu'min, sehingga memungkinkan dirinya meraih tempat yang terhormat dalam pandangan Allah s.w.t. (al-Israa' : 79). Inilah salat sunnah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah s.a.w., bahkan dalam safar. Sampai-sampai 'Aisyah r.a. isteri Nabi mencari tahu gerangan apa yang mendorong Nabi melakukan itu semua.
"Dari 'Aisyah r.a., ia berkata : Adalah Rasulullah s.a.w. yang selalu bangun (melakukan salat lail) setiap malam sampai bengkak-bengkak kedua kakinya, maka aku bertanya : Kenapa engkau lakukan ini semua ya Rasulullah, sedangkan telah diampunkan dosa-dosa engkau yang sudah maupun yang akan datang? Rasulullah bersabda, "Apakah aku tidak ingin menjadi hamba Allah yang senantiasa bersyukur?" (HR Bukhari).

Masih banyak taman-taman hati yang lain, akan tetapi tiga taman yang disebutkan oleh sahabat 'Abdullah bin Mas'ud r.a. di atas cukup menjadi pilihan utama seorang mu'min yang ingin senantiasa merawat dan menghidup-suburkan hati, sehingga kapanpun ia dipanggil Allah s.w.t. ia akan menghadap dengan qalbin salim (hati yang selamat).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar