11 Juni 2011

Pasor Menuju Pertemuan dengan Allah Subhanahu Wata'ala


Arabic 1.gif Adalah suatu berkah dan anugerah yang tiada terkira besar dan nilainya ketika Allah menggariskan kita menjadi seorang muslim. Sebagai seorang yang beriman kepada Allah sebagai satu-satunya tuhan, kita diberi kesempatan meraih kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat.

Seorang muslim seyogyanya menjalani hidupnya di dunia dengan tentram sekali pun adakalanya harus bersahaja dalam kondisi yang tidak terlalu menguntungkan. Seyogyanya ia tahu dan mengerti benar bahwa hidup di dunia ini tak ubahnya hanya sebagai lintasan pendek menuju ke kehidupan panjang yang sebenarnya. Seorang muslim yang tekun melakukan shalat berjama’ah di mesjid misalnya, pada hakekatnya telah dianugerahi Allah dengan ketenangan dan ketentraman batin yang boleh jadi tidak pernah dirasakan oleh mereka yang bergelimang harta.

Di akhirat, seorang muslim dijanjikan Allah dengan surga yang penuh pesona, yang luasnya digambarkan bagai luas seluruh langit dan bumi. Di tempat ini mengalir sungai-sungai yang indah. Di tempat ini tersedia semua jenis makanan dan buah-buahan tanpa terhalang oleh pantangan. Ada kasur-kasur bertumpuk yang sulit dibayangkan kenyamanannya jika dipakai tidur. Semua yang dikehendaki dan terlintas dalam benak penghuninya ditampilkan tanpa jerih-payah. Pokoknya, keindahan dan kenikmatan yang tak pernah terbayangkan semuanya ada di sana.

Ada lagi kenikmatan puncak yang melebihi semua gambaran di atas, yaitu ketika seorang muslim mendapat kesempatan berjumpa dengan Allah. Di dalam sebagian ayat yang terakhir pada surat Al-Kahfi, Allah mengingatkan :

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

”Dan barang siapa berharap bertemu dengan Tuhannya, maka hendaknya ia selalu melakukan amalan-amalan saleh, dan sekali-kali tiada mempersekutukan Allah dengan lainnya.”

Jelaslah dari ayat ini bahwa karunia besar berupa pertemuan dengan Allah hanya dapat dicapai melalui dua persyaratan utama, yaitu senantiasa berbuat kebajikan selama hidup, dan di dalam beribadah kepada Allah, sekali-kali tiada mempersekutukan Dia dengan lainnya.

Meyakini Allah sebagai satu-satunya tuhan tidaklah semata merupakan prinsip dasar keimanan, namun merupakan esensi dari semua prinsip dasar serta hukum-hukum positif dalam Islam. Kalau dapat kita ibaratkan ajaran-ajaran Islam yang mengandung prinsip-prinsip dasar ini sebagai butir-butir permata, maka keEsaan Allah adalah tali yang menggabungkan butir-butir permata ini satu dengan lainnya, yang kemudian membentuk sebuah kalung permata yang amat indah. Demikian itulah, sehingga sebagian tradisi Islam berkeyakinan bahwa frase suci ”Laa Ilaaha ’illallah” adalah benteng yang teramat kokoh, yang barang siapa saja memasukinya akan selamat dari siksa Allah.

Jadi, paspor menuju pertemuan dengan Allah adalah amal kebajikan dan beriman kepada Allah semata. Yang sering luput dari pengamatan kita adalah, sebuah amal saleh tidak dapat dianggap saleh selagi ia belum terbebas dari unsur riya’. Begitu dominannya unsur semata-mata karena Allah ini, sehingga Rasul pernah bersabda:” Orang yang melaksanakan amal-ibadahnya semata-mata hanya karena Allah selama empat-puluh hari, maka Allah akan mengalirkan mata-air kearifan dan pengetahuan dari hatinya menuju ke lidahnya.”

Perhatikan betapa saratnya ayat ke 110 dari surat Al-Kahfi ini dengan muatan unsur keharusan beramal saleh tanpa pamrih, keimanan kepada keEsaan Allah, dan perjumpaan denganNya kelak. Demikian luhur dan pentingnya ayat yang satu ini sehingga Rasul meyakini, jika seandainya saja hanya ayat ini yang diturunkan untuk umat Muhammad, maka itu sudah cukup!

Tadi saya mengatakan bahwa menjadi seorang muslim adalah suatu keberuntungan yang teramat besar. Dengan berpegangan pada ayat di atas, setidaknya kita boleh berharap bahwa surat ijin yang pertama menuju keridhaan Allah sudah kita miliki. Prinsip yang utama yaitu meyakini tiada tuhan yang patut disembah selain Allah sudah kita miliki. Sekarang, bagaimana mengisi hidup kita ini dengan amal kebajikan sebanyak mungkin. Sekarang, bagaimana merajut butir-butir permata tadi sehingga menjadi sebuah kalung permata yang cantik!

Wasiat pertama yang disampaikan Luqman kepada putranya adalah agar sang putra sekali-kali tiada mempersekutukan Allah. Luqman memandang perbuatan syirik sebagai suatu perbuatan nista dan aniaya yang tiada terhingga besarnya. Di dalam salah satu tulisan saya beberapa saat yang lalu, saya mengutip firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 31 tentang gambaran yang diibaratkan Allah terhadap kaum musyrik:

حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ ﴿٣١﴾





”(Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah, tanpa mempersekutukanNya. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.”

Gambaran yang diilustrasikan Allah dengan ayat di atas kiranya akan membuat setiap orang merasa ngeri. Betapa tidak? bagaikan tercampak dari langit yang tinggi, lalu disambar oleh burung-burung buas di angkasa. Setelah terkoyak-koyak menjadi bagian kecil, tubuh ini menjadi rebutan dan santapan burung-burung tadi. Potret yang lain melukiskan tubuh ini dihembuskan oleh angin yang sangat kencang ke tempat yang teramat jauh. Ada yang jatuh ke ngarai yang curam, ada yang jatuh ke lautan yang dalam. Semuanya habis sirna tiada tersisa sedikit pun juga.

Kesempatan yang diberikan Allah kepada kita untuk menyandang jabatan sebagai muslim amatlah mahal harganya. Tidak semua orang dipilih untuk berkah yang satu ini. Perhatikan bagaimana Allah mempertegas hal ini di dalam Al-An’aam 125.

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ ۖ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ ﴿١٢٥﴾

”Barang siapa yang dikehendaki Allah untuk memperoleh petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke atas langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”

Perumpamaan yang digambarkan dalam ayat di atas sungguh sangat mendalam. Semakin tinggi kita berada di udara akan semakin tipis lapisan udara di sana. Orang membutuhkan oksigen yang lebih banyak untuk dapat bernafas lega. Bayangkan saja, bagaimana sulitnya kita bernafas ketika kita terus naik ke ketinggian tak terbatas. Rasul pernah ditanya tentang ”kelapangan dada’” sebagaimana tercantum pada ayat ini. Beliau menjawab: ” Itulah gambaran cahaya Ilahi yang menyinari hati orang mukmin sehingga menjadi lapanglah dadanya.” ketika para sahabat bertanya tentang tanda-tandanya, Rasul pun bersabda bahwa tanda-tanda itu terlihat dalam jiwa orang itu yang selalu condong kepada akhirat, selalu menjauhkan diri dari tipu daya keduniawian, dan selalu bersiap-siap untuk menghadapi kematian.

Demikian pula sebaliknya! Orang yang dikehendaki Allah untuk hidup dalam kesesatan, dadanya dijadikan sesak dan sempit seperti sedang mendaki langit. Apabila mereka diajak untuk berfikir tentang kebenaran dan merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah, kesombongan di dalam hatinya membuat ia menolak apa-apa yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya.

Kalau menjadi seorang muslim kita yakini sebagi berkah dan keberuntungan yang tak dapat ditukar dengan apa pun juga, maka menjadi orang kafir adalah ketidak beruntungan besar yang akan disesali sepanjang waktu. Di bagian-bagian awal dari wirdul latief yang biasa kita baca pagi dan sore, ada kutipan surat Al-Mu’minuun 117 yang bunyinya sebagai berikut:

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ ﴿١١٧﴾

”Dan barang siapa yang menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak beruntung.”

Mengapa perihal meyakini keEsaan Allah ini menjadi dasar tauhid yang demikian penting? Karena pada hakekatnya semua amal ibadah akan menjadi sia-sia jika tidak dilandasi oleh keimanan yang satu ini. Allah mengampuni semua dosa manusia yang dikehendakiNya kecuali dosa syirik. Tak ada dosa yang lebih besar dari yang satu ini!

Di awal tulisan saya tadi, saya menyatakan bahwa seorang muslim berkesempatan menjalani hidup tentram di dunia dan janji menghuni surga Allah di kelak kemudian hari. Kesempatan menjadi penghuni surga ini tak akan pernah diperoleh mereka yang beranggapan ada tuhan selain Allah, sekali pun selama hidup di dunia mereka selalu berbuat kebaikan. Allah mengharamkan surga bagi mereka, bahkan mengancam mereka dengan siksa yang pedih. Simaklah ancaman Allah dalam Al-Maaidah 72 yang dengan tegas menyatakan hal itu

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ ﴿٧٢﴾

keEsaan Allah yang menjadi inti tulisan ini harus selalu menjadi tauhid kita. Kebenarannya dapat dibuktikan melalui tafakkur dan renungan-renungan panjang terhadap ciptaanNya. Allah memuji mereka yang selalu melakukan ini sebagai orang-orang yang selalu mengingat Allah saat berdiri, duduk dan berbaring. Mereka senantiasa bertafakur tentang penciptaan langit dan bumi. Mereka berseru :”Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau ya Allah. Jauhkanlah kami dari siksa api neraka!” (Ali-’Imran 191)

segala sesuatu yang ada di sekitar kita seharusnya menjadi renungan menuju keyakinan akan keEsaan Allah. Lihatlah betapa bumi dihamparkan agar menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi manusia dan aneka makhluk lainnya. Kemudian diciptakan mata-air, ditumbuhkan tanaman yang kemudian berbuah. Diciptakan Allah ikan-ikan di laut dan binatang-binatang di darat yang daging-dagingnya menjadi sumber protein yang sangat berguna bagi manusia.

Andai saja planet bumi ini tidak dipersiapkan dengan segala fasilitasnya, bayangkan betapa besar kesulitan yang akan dihadapi manusia dalam mempertahankan hidupnya. Apakah ada selain Allah yang menghamparkan bumi dengan segala isinya? Apakah ada kekuatan dan kekuasaan lain yang dapat menggantung bulan dan bintang seperti yang kita lihat?

Sungai-sungai dan mata-air diciptakan Allah bukan tanpa tujuan. Semua itu ditujukan bagi kemakmuran dan kesenangan manusia sebagai sarana pemenuhan kebutuhan mereka. Sungai mengalirkan air dari satu tempat ke tempat yang lain, dari dataran tinggi menuju dataran yang lebih rendah. Dengan sungai-sungai manusia dapat bercocok tanam. Di kota-kota orang membuat air sungai menjadi air bersih melalui penyulingan.

Semua yang ada di muka bumi ini adalah ayat-ayat dan bukti kekuasaan serta keEsaan Allah sebagai satu-satunya tuhan yang harus disembah dan diimani. Ayat-ayat ini tak terhitung jumlahnya dan tak akan pernah habis sepanjang masa. Semuanya memenuhi mata dan menggetarkan hati setiap orang yang beriman. Semua yang ada di muka bumi membuat kita lebih merasa beruntung dan bersyukur karena telah dipilih menjadi umat muslim……….!

Drs. Husein Shahab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar