Pagi hari ini aku sudah sibuk mengamati seluruh kosmetik dan peralatan mandi yang aku gunakan. Sedikit lega karena beberapa diantaranya sudah menggunakan label halal dan aku cukup sedih karena banyak diantaranya adalah produk yang belum memiliki sertifikat halal.
Lantas, aku berpikir, jika produk tersebut belum memiliki sertifikat halal, benarkah bahan-bahan kosmetik dan peralatan mandi tersebut berasal dari sesuatu yang halal? Jika tidak, tentunya aku harus mencari kosmetik lain yang telah mendapatkan sertifikat halal.
Jurnal LPPOM MUI menganjurkan kita untuk berhati-hati terhadap kosmetik yang mengandung :
Lemak
Lemak dan turunannya (Gliserin, GMS, Cetyl Alc, Stearic Acid, Stearyl Acid, Palmitate Acid, dll) yang banyak digunakan sebagai pembuatan lipstik, sabun, krim dan lotion dapat berasal dari lemak hewan*
Kolagen dan elastin
Kolagen dan elastin berguna untuk menjaga kelenturan kulit. Zat ini sering digunakan dalam produk pelembab. Zat ini merupakan jaringan yang bisa berasal dari hewan*
Ekstrak plasenta dan amnion (cairan ketuban)
Plasenta dan amnion yang terytama digunakan untuk peremajaan kulit, dapat diperoleh dari hewan* atau bahkan manusia.
Vitamin
Zat penstabil vitamin yang dipergunakan dalam kosmetika. Zat ini ada yang berasal dari hewan*
Asam Alfa Hidroksi (AHA)
AHA sangat berguna untuk mengurangi keriput dan memperbaiki tekstur kulit sehingga kulit halus dan kenyal. Salah satu senyawa AHA yaitu asam laktat, dalam pembuatannya menggunakan media yang berasal dari hewan*
Hormon
Hormon estrogen, ekstrak timus dan melantonin adalah contoh hormon yang berasal dari hewan* yang dapat digunakan dalam kosmetika.
Tahukah anda bahwa ternyata tidak banyak produk kosmetik dan kecantikan di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikat halal?
Persoalan haram dan halal telah banyak sekali dibahas. Sebagian produsen berpendapat bahwa edukasi masyarakat tentang haram dan halal belum banyak dilakukan.
Selain itu, kesadaran umat Islam terhadap kehalalan sebuah produk juga belum terbina dengan baik. Tidak heran jika hanya ada 350 dari 750 ribu atau 0,00046% perusahaan yang ada di Jabar memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sekira 90% dari 350 perusahaan itu merupakan produsen makanan dan minuman. (Pikiran Rakyat, 2003).
Itu baru data di Jabar, belum lagi di Indonesia. Menurut Suryadi, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetika MUI, minimnya produsen yang memiliki sertifikat halal itu karena rendahnya kesadaran para pengusaha dalam mendaftarkan produknya di MUI.
Padahal persoalan haram dan halal adalah hal yang sangat jelas di dalam Islam.
Jika pengusaha menekankan bahwa kesadaran umat Islam yang masih rendah, ayo kita bersama-sama memprovokasi bahwa kesadaran kita justru tinggi.
Dengan demikian bisa mendorong para pengusaha untuk selalu mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat halal. Jika tidak dimulai dari kita sendiri, lantas dari siapa lagi? [RN, 130307]
Lantas, aku berpikir, jika produk tersebut belum memiliki sertifikat halal, benarkah bahan-bahan kosmetik dan peralatan mandi tersebut berasal dari sesuatu yang halal? Jika tidak, tentunya aku harus mencari kosmetik lain yang telah mendapatkan sertifikat halal.
Jurnal LPPOM MUI menganjurkan kita untuk berhati-hati terhadap kosmetik yang mengandung :
Lemak
Lemak dan turunannya (Gliserin, GMS, Cetyl Alc, Stearic Acid, Stearyl Acid, Palmitate Acid, dll) yang banyak digunakan sebagai pembuatan lipstik, sabun, krim dan lotion dapat berasal dari lemak hewan*
Kolagen dan elastin
Kolagen dan elastin berguna untuk menjaga kelenturan kulit. Zat ini sering digunakan dalam produk pelembab. Zat ini merupakan jaringan yang bisa berasal dari hewan*
Ekstrak plasenta dan amnion (cairan ketuban)
Plasenta dan amnion yang terytama digunakan untuk peremajaan kulit, dapat diperoleh dari hewan* atau bahkan manusia.
Vitamin
Zat penstabil vitamin yang dipergunakan dalam kosmetika. Zat ini ada yang berasal dari hewan*
Asam Alfa Hidroksi (AHA)
AHA sangat berguna untuk mengurangi keriput dan memperbaiki tekstur kulit sehingga kulit halus dan kenyal. Salah satu senyawa AHA yaitu asam laktat, dalam pembuatannya menggunakan media yang berasal dari hewan*
Hormon
Hormon estrogen, ekstrak timus dan melantonin adalah contoh hormon yang berasal dari hewan* yang dapat digunakan dalam kosmetika.
Tahukah anda bahwa ternyata tidak banyak produk kosmetik dan kecantikan di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikat halal?
Persoalan haram dan halal telah banyak sekali dibahas. Sebagian produsen berpendapat bahwa edukasi masyarakat tentang haram dan halal belum banyak dilakukan.
Selain itu, kesadaran umat Islam terhadap kehalalan sebuah produk juga belum terbina dengan baik. Tidak heran jika hanya ada 350 dari 750 ribu atau 0,00046% perusahaan yang ada di Jabar memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sekira 90% dari 350 perusahaan itu merupakan produsen makanan dan minuman. (Pikiran Rakyat, 2003).
Itu baru data di Jabar, belum lagi di Indonesia. Menurut Suryadi, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetika MUI, minimnya produsen yang memiliki sertifikat halal itu karena rendahnya kesadaran para pengusaha dalam mendaftarkan produknya di MUI.
Padahal persoalan haram dan halal adalah hal yang sangat jelas di dalam Islam.
Jika pengusaha menekankan bahwa kesadaran umat Islam yang masih rendah, ayo kita bersama-sama memprovokasi bahwa kesadaran kita justru tinggi.
Dengan demikian bisa mendorong para pengusaha untuk selalu mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat halal. Jika tidak dimulai dari kita sendiri, lantas dari siapa lagi? [RN, 130307]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar