Assalamualaikum Warahmatullah
Wabarakatuh
Ustadz, apakah yang di maksud dengan hukum rajam? Apakah benar hukuman ini
hanya berlaku bagi wanita? Mohon penjelasannya, terima kasih.
Wassalam,
Jawaban
السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهبسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله والصلاة
والسلام على رسول الله ، وبعد
Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempari batu. Cara menghukum
seperti ini tidak dilakukan kecuali dalam kasus yang sangat tercela dan hanya
bila penerima hukuman benar-benar terbukti dengan teramat meyakinkan melakukan
sebuah larangan yang berat.
Hukuman rajam sebenarnya sudah ada sejak para nabi dan rasul di masa lalu
sebelum era umat nabi Muhammad SAW. Hukuman seperti itu berlaku secara resmi di
dalam syariat Yahudi dan Nasrani . Dan tidak dikutuk umat terdahulu kecuali
karena mereka meninggalkan hukum dan syariat yang telah Allah tetapkan.
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا
النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ
وَالأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ
شُهَدَاءَ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي
ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya petunjuk dan
cahaya , yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab
Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut
kepada manusia, takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku
dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
Allah SWT kemudian menghapus berbagai macam syariat yang pernah
diturunkan-Nya kepada sekian banyak kelompok umat kemudian diganti dengan satu
syariat saja, yaitu yang diturunkan kepada umat Muhammad SAW. Namun ternyata
Allah SWT masih memberlakukan hukuman rajam. Walaupun dengan pendekatan yang
jauh lebih moderat dan manusiawi.
Secara nalar aqidah, dengan tetap diberlakukannya hukuman rajam oleh Allah
pada syariat umat Muhammad SAW, kita bisa meyakini bahwa bentuk hukuman seperti
ini memang dalam kasus-kasus tertentu masih diperlukan. Meski umat manusia di
abad 20 ini seringkali menginginkan dihapuskannya hukuman mati, namun ternyata
hukuman mati itu masih diperlukan, bahkan di beberapa negara yang maju, masih
berlaku dan tetap terjadi sampai sekarang.
Singapura yang sering dijadikan kiblat kemoderenan di Asia Tenggara, hari
ini masih saja menghukum mati orang-orang yang dianggap melakukan pelanggaran
berat. Demikian juga Amerika yang sekarang mengangkat dirinya sebagai polisi
dunia dan simbol HAM, masih tetap memberlakukan hukuman mati. Maka kalau Allah
SWT memberlakukan hukuman rajam kepada umat Islam, tentu sangat bisa diterima
logika. Jangankan untuk abad ke-7 saat diberlakukan di dalam Al-Quran, bahkan
negara-negara modern pada abad 21 sekarang ini masih memberlakukan hukuman
mati.
Dan tentu sangat logis bila umat Islam dengan latar belakang kepatuhan dan
ketundukan kepada originalitas agamanya, pada hari ini masih memberlakukan
hukuman rajam buat pemeluk agamanya. Tidak ada cela dan cacat dalam pelaksanaan
hukuman seperti itu, apalagi kalau dibandingkan dengan tragedi pembantaian
massal yang dilakukan oleh negara maju terhadap dunia ketiga, maka pelaksanaan
hukuman rajam buat pelanggar kesalahan berat menjadi tidak ada artinya.
Bandingkan dengan angka-angka pembantaian rakyat Vietnam ,
Afghanistan , Kamboja , Bosnia ,
Shabra Shatila dan belahan muka bumi lainnya. Sungguh apa yang dilakukan oleh
super power dunia itu jauh lebih kejam dan sadis ketimbang hukuman rajam, yang
hanya menyangkut satu orang saja. Itupun pelanggar sulisa berat, yaitu orang
yang berzina dimana dia pernah menikah sebelumnya.
Dalil Tentang Kewajiban Merajam Pezina
Dari Masruq dari Abdillah ra. berakta bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tidak
halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal : orang yang
berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah.
Selain itu, sesungguhnya hukuman rajam ini pun pernah diperintahkan di dalam
Al-Quran, namun lafadznya dihapus tapi perintahnya tetap berlaku. Adalah
khalifah Umar bin Al-Khattab yang menyatakan bahwa dahulu ada ayat Al-Quran
yang pernah diturunkandan isinya adalah :
الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة
Orang yang sudah menikah laki-laki dan perempuan bila mereka berzina, maka
rajamlah…
Namun lafadznya kemudian dinasakh , tetapi hukumnya tetap berlaku hingga
hari kamat. Sehingga bisa kita katakan bahwa syariat rajam itu dilandasi bukan
hanya dengan dalil sunnah, melainkan dengan dalil Al-Quran juga.
Zina Adalah Kejahatan Berat dan Sangat Berbahaya
Berbeda dengan pandangan para penganut hedonisme dan pelaku pola hidup
permisif sekarang ini, di mana mereka beranggapan bahwa zina merupakan
kebutuhan biologis biasa, sehingga boleh-boleh saja dilakukan asal tidak
ketahuan, Allah Tuhan Yang Menciptakan manusia justru menegaskan bahwa zina
adalah kejahatan tingkat tinggi dan sangat berat ancamannya. Sehingga
hukumannya pun harus dibunuh, yaitu bagi mereka yang pernah menikah sebelumnya,
atau dicambuk 100 kali bagi mereka yang belum pernah menikah sebelumnya.
Dan hak untuk mengatakan suatu tindakan itu adalah kejahatan adalah hak
preogratif Sang Maha Pencipta. Bukan hak para seniman, atau ahli hukum, atau
pun manusia lainnya. Hak itu adalah hak Tuhan sepenuhnya. Persis sebagaimana
ketika Tuhan melarang Adam dan istrinya mendekati pohon. Pelangaran atas
larangan itu berakibat fatal sehingga Adam as. dikeluarkan ke bumi.
Maka meski 6 milyar manusia mengatakan bahwa zina itu bukan pelanggaran
berat, tetapi Tuhan Sang Maha Pencipta justru mengatakan sebaliknya. Bahwa zina
adalah sebuah kekejian yang nyata, terkutuk dan terlaknat. Pelakunya berhak
untuk dihukum seberat-beratnya, yaitu dengan cara dirajam. Berartidiakhiri
ajalnya dan harus segera bertemu kembali kepada Pencipta-Nya, untuk
mempertanggung-jawabkan perbuatannya.
Semua itu adalah isi kitab suci buat semua umat manusia, baik Zabur, Taurat,
Injil maupun Al-Quran. Semua kitab suci yang turun dari langit sepakat bulat
mengatakan bahwa zina adalah kejahatan tingkat tinggi dan pelakunya wajib
dihukum mati .
Rajam dalam Syariat Islam
Rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempar dengan batu. Karena beratnya
hukuman ini, maka dalam syariat yang Allah turunkan untuk umat Muhammad SAW,
sebelum dilakukan dibutuhkan syarat dan proses yang cukup pelik. Syarat itu
adalah terpenuhinya kriteria ihshah yang terdiri dari rincian sebagai berikut :
· Islam
· Baligh
· Akil
· Merdeka
· Iffah
· Tazwij
Maksudnya adalah orang yang pernah bersetubuh dengan wanita yang halal dari
nikah yang sahih. Meski ketika bersetubuh itu tidak sampai mengeluarkan mani.
Ini adalah yang maksud dengan ihshan oleh Asy-Syafi`iyah. Bila salah satu
syarat di atas tidak terpenuhi, maka pelaku zina itu bukan muhshan sehingga
hukumannya bukan rajam.
Penetapan Vonis Zina
Dalam syariat Islam, pelaksanaan rajam bisa dilakukan namun harus ada
ketetapan hukum yang sah dan pasti dari sebuah mahkamah syariah atau pengadilan
syariat. Dan semua itu harus melalui proses hukum yang sesuai pula dengan
ketentuan dari langit yaitu syariat Islam. Allah telah menetapkan bahwa hukuman
zina hanya bisa dijatuhkan hanya melalui salah satu dari dua cara :
a. Ikrar atau pengakuan dari pelaku
Pengakuan sering disebut dengan `sayyidul adillah`, yaitu petunjuk yang
paling utama. Karena pelaku langsung mengakui dan berikrar di muka hakim bahwa
dirinya telah berzina, maka tidak perlu adanya saksi-saksi.
Di zaman Rasulullah SAW, hampir semua kasus perzinahan diputuskan
berdasarkan pengakuan para pelaku langsung. Seperti yang dilakukan kepada Maiz
dan wanita Ghamidiyah.
Teknis pengakuan atau ikrar di depan hakim adalah dengan mengucapkannya
sekali saja. Hal itu seperti yang dikatakan oleh Imam Malik ra., Imam
Asy-Syafi`i ra., Daud, At-Thabarani dan Abu Tsaur dengan berlandaskan apa yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada pelaku zina. Beliau memerintahkan kepada
Unais untuk mendatangi wanita itu dan menanyakannya,`Bila wanita itu mengakui
perbuatannya, maka rajamlah`. Hadits menjelaskan kepada kita bahwa bila seorang
sudah mengaku, maka rajamlah dan tanpa memintanya mengulang-ulang pengakuannya.
Namun Imam Abu Hanifah ra. mengatakan bahwa tidak cukup hanya dengan sekali
pengakuan, harus empat kali diucapkan di majelis yang berbeda. Sedangkan
pendapat Al-Hanabilah dan Ishaq seperti pendapat Imam Abu Hanifah ra., kecuali
bahwa mereka tidak mengharuskan diucapkan di empat tempat yang berbeda.
Bila orang yang telah berikrar bahwa dirinya berzina itu lalu mencabut
kembali pengakuannya, maka hukuman hudud bisa dibatalkan. Pendapat ini didukung
oleh Al-Hanafiyah, Asy-Syafi`iyyah dan Imam Ahmad bin Hanbal ra. Dasarnya
adalah peristiwa yang terjadi saat eksekusi Maiz yang saat itu dia lari karena
tidak tahan atas lemparan batu hukuman rajam. Lalu orang-orang mengejarnya
beramai-ramai dan akhirnya mati. Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah
SAW, beliau menyesali perbuatan orang-orang itu dan berkata,
`Mengapa tidak kalian biarkan saja dia lari?`
.
.
Sedangkan bila seseorang tidak mau mengakui perbuatan zinanya, maka tidak
bisa dihukum. Meskipun pasangan zinanya telah mengaku.
Dasarnya adalah sebuah hadits berikut :
Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata bahwa dia telah berzina
dengan seorang wanita. Lalu Rasulullah SAW mengutus seseorang untuk
memanggilnya dan menanyakannya, tapi wanita itu tidak mengakuinya. Maka
Rasulullah SAW menghukum laki-laki yang mengaku dan melepaskan wanita yang
tidak mengaku.
b. Adanya Saksi yang Bersumpah di Depan Mahkamah
Ketetapan bahwa seseorang telah berzina juga bisa dilakukan berdasarkan
adanya saksi-saksi. Namun persaksian atas tuduhan zina itu sangat berat, karena
tuduhan zina sendiri akan merusak kehormatan dan martabat seseorang, bahkan
kehormatan keluarga dan juga anak keturunannya. Sehingga tidak sembarang
tuduhan bisa membawa kepada ketetapan zina. Dan sebaliknya, tuduhan zina bila
tidak lengkap akan menggiring penuduhnya ke hukuman yang berat.
Syarat yang harus ada dalam persaksian tuduhan zina adalah :
1. Jumlah
saksi minimal empat orang. Allah berfirman,`Dan terhadap wanita yang
mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu yang
menyaksikan`..
2. Bila
jumlah yang bersaksi itu kurang dari empat, maka mereka yang bersaksi itulah
yang harus dihukum hudud. Dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh Umar bin
Al-Khattab terhadap tiga orang yang bersaksi atas tuduhan zina Al-Mughirah.
Mereka adalah Abu Bakarah, Nafi` dan Syibl bin Ma`bad.
3. Para saksi ini sudah baligh semua. Bila salah satunya
belum baligh, maka persaksian itu tidak syah.
4. Para saksi ini adalah orang-orang yang waras akalnya.
5. Para saksi ini adalah orang-orang yang beragama Islam.
6. Para saksi ini melihat langsung dengan mata mereka
peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita yang berzina.
7. Para saksi ini bersaksi dengan bahasa yang jelas dan
vulgar, bukan dengan bahasa kiasan.
8. Para saksi melihat peristiwa zina itu bersama-sama dalam
satu majelis dna dalam satu waktu. Dan bila melihatnya bergantian, maka tidak
syah persksian mereka.
9. Para saksi ini semuanya laki-laki. Bila ada salah satunya
wanita, maka persaksian mereka tidak syah.
Di luar kedua hal diatas, maka tidak bisa dijadikan dasar hukuman rajam,
tetapi bisa dilakukan hukuman ta`zir karena tidak menuntut proses yang telah
ditetapkan dalam syariat secara baku .
Dan syarat yang paling penting adalah bahwa perbuatan zina itu dilakukan di
dalam wilayah hukum yang secara formal menerapkan hukum Islam. Syarat lainnya
adalah bahwa hukuman zina itu hanya boleh dilakukan oleh pemerintah yang
berdaulat secara resmi. Bukan dilakuakn oleh orang per orang atau lembaga
swasta. Ormas, yayasan, pesantren, pengajian, jamaah majelis taklim,
perkumpulan atau pun majelis ulama tidak berhak melakukannya, kecuali ada
mandat resmi dari pemerintahan yang berkuasa.
Sehingga semua kasus zina di Indonesia
ini, tidak ada satu pun yang bisa diterapkan hukum rajam, sebab secara formal
pemerintah negara ini tidak memberlakukan hukum Islam. Tentu saja perbuatan itu
tetap harus dipertanggung-jawabkan di mahkamah tertinggi di alam akhirat nanti.
Baik bagi si pelaku zina maupun di penguasa yang tidak menjalankan hukum Allah.
والله أعلم بالصواب والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber hukum rajam : http://assunnah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar